NUNUKAN, Kaltaraaktual.com– Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nunukan menggelar rapat paripurna ke-4 masa persidangan III tahun sidang 2021-2022 dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Laporan Pertanggungjawaban (LPj) pelaksanaan APBD tahun Anggaran 2021 pada Selasa (28/06).
Penggunaan APBD 2021, pemenuhan target Pendapatan Asli Daerah, dan pendapatan transfer dinilai cukup baik namun diharapkan agar ke depannya bisa ditingkatkan lagi guna mengantisioasi dampak yang timbul jika pendapatan transfer tidak terpenuhi yang akhirnya akan menjadi beban utang daerah di tahun yang akan datang.
Hal ini disampaikan juru bicara (jubir) Fraksi Hanura Tri Wahyuni dihadapan rapat paripurna menanggapi Raperda tentang LPj pelaksanaan anggaran 2021.
“Sehingga kami meminta kepada Pemerintah Daerah Nunukan agar lebih fokus dalam persoalan ini, untuk tidak menjadi beban keuangan daerah di tahun yang akan datang,” kata Tri Wahyuni
Sedangkan dari target lain-lain pendapat yang sah pada tahun 2021 dinilai sebuah prestasi yang perlu dipertahankan dan dapat dijadikan acuan dalam optimalisasi pendapatan daerah dari sektor lain sehingga melebihi target yang ditetapkan.
Fraksi Hanura, kata Tri Wahyuni, berkeyakinan Pemerintah Daerah Nunukan sejauh ini telah bekerja sekuat tenaga untuk mencapai terget yang maksimal dengan capain yang sudah didapatkan sampai saat ini sehingga memperoleh Predikat Opini Wajar Tanpa Pengecualian ( WTP ) sebanyak tujuh kali berturut-turut.
“Jikapun ada kekurangan, kita harus tetap bekerjasama mencari solusi terbaik, serta mempertahankan bahkan meningkatkan capaian yang sudah sesuai dengan target,” pungkasnya.
Hal senada disampaikan Fraksi Gerakan Karya Pembangunan (GKP) melalui jubir Siti Raudah serta Fraksi Perjuangan Persatuan Nasional (PPN) yang mendukung penuh Raperda tentang LPj pelaksanaan APBD 2021 untuk dibahas lebih lanjut.
Ditambahkan jubir Fraksi PPN Hendrawan agar realisasi pembayaran Anggaran Dana Desa (ADD) bisa tepat waktu sehingga pengajian aparat desa tidak lagi terlambat tiga atau enam bulan bahkan setahun.
Secara umum Fraksi PPN mengapresiasi kinerja pemerintah daerah yang mampu memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tujuh kali berturut-turut. Ini menandakan bahwa pemerintah daerah sudah berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan hal-hal yang produktif dalam hal pencapaian tersebut.
“Diharapkan, kedepannya pemerintah daerah sampai terlena dengan capaian tersebut namun harus ditingkatkan, jangan sampai mengalami kemunduran,” imbuhnya.
Sementara itu, pandangan umum Fraksi PKS menilai penerimaan pajak daerah yang bersumber dari pajak penetangan jalan umum tidak sebanding dengan besaran alokasi dan realisasi belanja modal pemeliharaan penerangan jalan umum pada Dinas Perhubungan.
“Dengan arti kata, masyarakat yang membayar pajak penerangan jalan umum, masih belum menikmati penerangan jalan umum,” sebut jubir Fraksi PKS Adama.
Terkait utang daerah, sejak 2020, Fraksi PKS menegaskan agar pemerintah harus fokus dalam pelunasan utang akan tetapi masih ada daftar utang dari 2016 hingga 2020 yang masih belum terbayar.
Kami, kata Adama, meminta utang yang telah teranggarkan pada 2022 ini untuk segera dibayarkan pada triwulan ke 3 dan ke 4 tahun ini sebagai bukti keseriusan dan komitmen pemerintah daerah untuk melunasi utang pada tahun anggaran 2022.
Selain itu, Fraksi PKS juga menyoroti Indeks Pembangunan Manusia 9IPM) Kabupaten Nunukan yang masih berada diposisi ke-5 se-Kalimantan Utara serta tingkat pengangguran terbuka yang meningkat di TA 2021.
Sorotan lainnya datang dari Fraksi Demokrat melalui jubir Gat yang menilai Pemkab Nunukan gagal memberikan hak yang seharusnya didapatkan oleh peserta didik selama pandemi.
Fraksi Demokrat menilai pemerintah seharusnya dapat mencontoh kabupaten/kota lain di Indonesia yang memberlakukan kebijakan pembelajaran khusus kepada siswa-siswi di daerah-daerah blank spot.
Tangangan lainnya tekait Surat Menpan-RB No. 85/2022 tanggal 31 Mei 2022 tentang Tenaga Kerja Honorer yang menjadi fokus Pemkab Nunukan karena melibatkan nasib sekitar 5000 tenaga honorer di lingkungan Pemda sehingga perlu dipersiapkan skema-skema atau opsi-opsi minimal dampak.
“Fraksi Demokrat berkeyakinan, karena ini kebijakan pusat yang harus daerah patuhi, kebijakan apapun yang kita ambil, pasti tidak akan memuaskan semua pihak, pasti menimbulkan resistensi, tetapi paling tidak kita semua berada pada posisi mempertimbangkan kebijakan yg minimal dampak sosialnya,” pungkas dia. (skr)