Ironi Dunia Pendidikan, Ajang Obral Angin Surga

oleh
oleh
Opini oleh : YY

Kaltaraaktual.com– Bagai pungguk merindukan bulan. Peribahasa lama yang masih relevan dengan keadaan saat ini. Dan kondisi inilah yang sedang dialami kebanyakan pelajar di tanah air. Impian memperoleh pendidikan yang layak di era modernisasi nampak semakin susah untuk digapai. Apalagi mereka yang jauh dari pusat pemerintahan. Ingin merantau, terkendala biaya, di kampung sendiri, sarana pendidikan seadanya. Bingung kita melihat keadaan miris ini.

Memasuki usia kemerdekaan Indonesia ke 77 tahun ini, presiden melalui rencana strategisnya (Renstra 2019-2024) memprogramkan pengembangan sumber daya manusia secara maksimal. Lebih tepatnya Renstra poin yang ke 2, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan penjabaran menjamin kesehatan ibu hamil dan anak sekolah serta meningkatkan kualitas pendidikan dan manajemen. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai induk pendidikan menyambut baik hal
tesebut dengan visi misinya. Terutama Misi yang pertama yakni, mewujudkan pendidikan yang relevan dan berkualitas tinggi, merata dan berkelanjutan, didukung oleh infrastruktur dan teknologi.

Negara sudah merancang sedemikian rupa agar pendidikan untuk anak-anak di Indonesia bisa merata. Namun, bagaimana praktik di lapangan? Apakah sudah sesuai? Apa saja indikator keberhasilannya?
Tiga bulan terakhir adalah tiba masa penerimaan peserta didik baru, baik itu sekolah maupun perguruan tinggi negeri dan swasta. Semakin hari calon peserta didik semakin selektif dalam
memilih tempat belajar barunya.

Sekolah dan kampus ternama tetap menjadi idaman hati, sedangkan berbagai institusi baru mulai menunjukkan diri. Mulai dari saling pamer megahnya infrastruktur penunjang pendidikan, terjangkaunya biaya pendidikan yang harus
dibayarkan, hingga tawaran beasiswa untuk calon peserta didiknya. Hal tersebut adalah langkah untuk menindaklanjuti renstra presiden dan mendukung visi misi dari Kemendikbudristek dalam mewujudkan pendidikan yang layak merata dan berkeadilan, luar biasa.

Namun, apakah langkah-langkah tersebut selalu membuat the newcomer berhasil? Jelas, jawabannya tidak. Dengan semakin selektifnya calon peserta didik dalam memilih sekolah / kampus, maka cacat sedikit saja sudah menurunkan minat. Contoh, infrastruktur pendidikan kurang, hal ini berpengaruh besar terhadap minat mereka. Rayuan maut angin surga dengan cara lain pun dirasa sulit untuk merekrut calon peserta didik baru kecuali dengan beasiswa. Lantas bagaimana? Beasiswa dari mana? Ya, beasiswa.

Beasiswa ini biasanya diberikan oleh pemerintah secara langsung dan ada juga yang berasal dari institusi pendidikan yang bersangkutan melalui kerjasama dengan Pemda, Pemprov, BUMN, perusahaan swasta atau siapa saja yang punya concern di dunia pendidikan. Bisa beasiswa full yang menanggung seluruh biaya pendidikan dan biaya hidupnya. Ada juga separuh atau biaya pendidikan saja, untuk biaya hidup ditanggung
sendiri.

Idealnya, jika memang institusi pendidikan terkait memang ingin menawarkan beasiswa maka, perlu diinformasikan sejak awal pendaftaran. Mengapa? Agar calon peserta didik baru menaruh atensi terhadapnya. Masuk sklara prioritas mereka. Itulah yang menjadi daya
pikatnya. Terutama untuk calon peserta didik dari kalangan ekonomi pra sejahtera, hal ini seolah-olah menjadi angin surga atas keberlanjutan pendidikan mereka, yang setiap tahun menjadi tawaran atau cara terakhir karena kurangnya minat calon mahasiswa untuk mendaftarkan diri, dan mereka ingin semuanya benar- benar terealisasi. Memangnya apakah ada peluang untuk tidak terealisasi? May be yes, may be no.

Hal ini bisa terjadi karena mereka sepi peminat, program studi yang ditawarkan masih baru, atau memang tidak ada yang bisa “dijual” dari instisusi tersebut. Beasiswa hanya dijadikan stimulus awal agar calon peserta didik mau mendaftar di tempat itu, mereka hanya diberi
janji. Setelah proses pembelajaran berlangsung tenyata mereka disuruh membayar biaya pendidikannya secara mandiri. Lah beasiswanya kemana? Hilang ditelan bumi. Dana belum bisa dicairkan, terkendala sistem, atau juga ternyata kuota sudah terpenuhi. Klarifikasi diplomatis yang sering disampaikan oleh para oknum pimpinan di negeri ini jika terjadi
kekeliruan pada manajemennya.
Ini adalah salah satu faktor yang bisa menurunkan minat belajar anak-anak bangsa.

Kemendikbudristek sebagai perpanjangan tangan presiden harus secara berkala melakukan monitoring terhadap kondisi lapangan. Terutama di daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintahan. Melakukan analisis mendalam terhadap kebelangsungan sekolah/kampus dalam melaksanakan proses belajar mengajar serta manajemennya. Rutin melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke daerah-daerah. Agar pimpinan di pusat tau secara langsung bagaimana pendidikan di setiap penjuru negeri ini seperti apa. Layak atau tidak. Memenuhi setiap kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan disetiap daerah. Mereka yang jauh dari pusat pemerintahan juga “Anak-anak Indonesia” yang sangat perlu perhatian.

Pendidikan yang layak sangat dibutuhkan seluruh anak di Indonesia. Ini adalah jalan untuk membangun SDM yang berkualitas dan berguna di masa depan. Peran aktif dari pemerintah sangat penting, agar pendidikan tidak terkesan hanya formalitas serta setiap daerah tidak merasa menjadi anak tiri di negeri sendiri. (Opini)

x

Tinggalkan Balasan