JAKARTA, Kaltaraaktual.com– Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) memberikan apsresiasi kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam upayanya melakukan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di sektor pertambangan. Peneliti PUSHEP, Akmaluddin Rachim menyampaikan bahwa langkah kejaksaan menetapkan Harvey Moeis (HM) menjadi tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi tata niaga komiditas timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), PT Timah Tbk, merupakan tindakan yang patut mendapatkan apresiasi.
“PUSHEP sangat mengapresiasi dan mendukung progresivitas kejaksaan dalam upaya memberantas korupsi di sektor pertambangan. Kegetolan kejaksaan mengungkap kasus korupsi di sektor pertambangan layak diacungi jempol. Tindakan tersebut memberi harapan optimisme terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi sektor ini. Kalau menggunakan istilah sekarang, bunyi apresiasinya seperti ini, ‘menyala kejaksaanku,” ungkap Akmaluddin Rachim, Kamis, (28/03/24).
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kuntadi, menjelaskan peran HM dalam perkara tersebut. HM merupakan pemegang saham perusahaan PT Refined Bangka Tin (RBT). HM awalnya berstatus sebagai saksi. Pada perkembangannya, status HM berubah menjadi tersangka.
HM diduga terlibat melobi beberapa perusahaan untuk menyetujui kegiatan pertambangan tanpa izin di WIUP, PT Timah. Sekitar tahun 2018 hingga 2019, tersangka HM selaku perwakilan PT RBT menghubungi Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk, yang sebelumnya juga telah menjadi tersangka, dengan maksud untuk mengakomodir penambangan timah secara ilegal di WIUP PT Timah Tbk.
Akmaluddin Rachim mendorong agar kejaksaan menuntaskan kasus korupsi ini sampai tuntas. “Semua pihak yang terlibat harus ditangkap dan diproses ke meja pengadilan. Para pihak mesti dijerat hukuman yang berat karena telah menyebabkan kerugian negara dan kerusakan lingkungan. Penegakan hukum terhadap pelaku korupsi di sektor pertambangan ini perlu mendapatkan atensi yang lebih luas,” ujarnya.
Seperti diketahui bahwa peran HM dalam kasus ini sangat terlihat. Bahwa HM mengadakan pertemuan antara tersangka HM dengan tersangka RZ. Setelah beberapa kali pertemuan, terjadi kesepakatan kerja sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di WIUP PT Timah. Tersangka HM mengkondisikan agar smelter PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN mengikuti kegiatan tersebut.
Selanjutnya HM menginstruksikan kepada para pemilik smelter untuk mengeluarkan keuntungan bagi dirinya sendiri maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya dengan dalih dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada tersangka HMI melalui PT Quantum Skyline Exchange (QSE) yang difasilitasi oleh tersangka Helena Lim (HLN), yang merupakan manager pada perusahaan tersebut.
“Keterlibatan HM sangat nyata. Perannya mengadakan pertemuan dan mengintruksikan agar mengeluarkan keuntungan kepada dirinya dan pihak lain merupakan unsur-unsur yang memastikan percobaan tindak pidana korupsi itu terjadi. Unsur subjektif dan objektifnya telah terpenuhi,” kata Akmaluddin Rachim.
Atas perbuatannya tersebut kejaksaan menjerat HM dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kejaksaan juga menahan HM di Rumah Tahanan negara Salemba untuk 20 hari pertama sejak 27 Maret hingga 15 April 2024. HM merupakan tersangka ke-16 dalam kasus ini. Hingga saat ini, kejaksaan telah memeriksa lebih dari 142 saksi dalam kasus tersebut. Penyidik telah menetapkan status tersangka kepada 16 orang, 15 tersangka dijerat dengan pasal korupsi, dan 1 tersangka (Toni Tamsil) dijerat pasal obstruction of justice.
“Kasus ini sungguh luar biasa. Telah ada 16 tersangka yang ditetapkan oleh kejaksaan agung. Potensi kerugian negara mencapai 271 trilliun. Ini menunjukkan bahwa betapa menggiurkannya kekayaan alam Indonesia untuk dikorupsi secara berjamaah. Kita berharap agar pemberantasan korupsi di sektor ini terus gencarkan,” tambah Akmaluddin Rachim.
Sebelumnya, jumlah Rp271,6 triliun muncul usai kejaksaan menggandeng sejumlah ahli dalam upaya menghitung dampak dari praktek korupsi tambang timah tersebut. Selain potensi keuangan negara yang hilang, angka kerugian tersebut termasuk dampak kerusakan pada lingkungan hidup. Kejaksaan menemukan sejumlah kerusakan serius pada area pertambangan timah ilegal di WIUP, PT Timah Tbk. Pengerukkan mineral tak sesuai aturan menyebabkan kerusakan ekosistem di lokasi tersebut. Namun, kejaksaan saat ini masih mengkaji ulang tentang besaran angka kerugian yang ditimbulkan
“Harapannya ke depan agar tata kelola pertambangan menjadi lebih baik. Pemberantasan korupsi menjadi pintu masuk perbaikan tata kelola pertambangan dan perbaikan ekosistem lingkungan akibat kegiatan pertambangan liar yang menyebabkan kerugian negara. Dengan dibongkarnya kasus korupsi ini, kita berharap atensi dan dukungan publik semakin banyak kepada kejaksaan. Kita harap kejaksaan tidak keder. Kita juga dorong agar kejaksaan tidak berhenti di Bangka Belitung, tapi juga di daerah lain,” pungkas Akmaluddin Rachim. (**)