OPINI, Kaltaraaktual.com- Belum satu tahun menjabat, Presiden Prabowo membuat suatu terobosan, yakni rencana penghematan besar-besaran di kementrian/lembaga dan pemerintahan daerah. Pada tanggal 22 Januari 2025, terobosan itu ditetapkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025.
Dalam aturan tersebut, Presiden Prabowo menargetkan total penghematan anggaran negara sebesar Rp306.69 triliun. Rinciannya, Rp256.1 triliun dari belanja kementerian/lembaga (K/L) dan Rp50.59 triliun dari dana transfer ke daerah.
Menurut surat edaran di atas, penghematan di daerah tercermin dalam instruksi yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Wali Kota, yakni: 1. Membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar/focus group discussion; 2. Mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50% (lima puluh persen); 3. Membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden mengenai Standar Harga Satuan Regional; 4. Mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur; 5. Memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik serta tidak berdasarkan pemerataan antar perangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran belanja pada tahun anggaran sebelumnya; 6. Lebih selektif dalam memberikan hibah langsung baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada Kementerian/Lembaga; 7. Melakukan penyesuaian belanja APBD Tahun Anggaran 2025 yang bersumber dari Transfer ke Daerah.
Berdasarkan poin-poin di atas, dapat diketahui 14 sektor yang terdampak secara langsung. Efisiensi kegiatan seremonial, seminar/focus group discussion akan menimbulkan pengurangan belanja pemerintah pada sektor penyediaan makan dan minum, sedangkan efisiensi perjalanan dinas dan studi banding akan mengurangi belanja pemerintah terhadap sektor angkutan sungai, sektor angkutan darat, sektor angkutan laut, sektor angkutan udara dan sektor penyediaan akomodasi.
Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.0.
Menurut leontief (1986), suatu perubahan permintaan (demand) terhadap satu atau beberapa sektor ekonomi suatu wilayah akan menimbulkan dampak baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap seluruh sektor ekonomi di wilayah tersebut.
Sektor-sektor dalam suatu perekonomian memiliki hubungan satu sama lain melalui mekanisme mengkonsumsi faktor produksi dan bahan baku (barang atau jasa) yang disediakan oleh industri lainnya dan melalui mekanisme pendistribusian produknya sendiri kepada industri lainnya (Miller & Blair, 1985 dalam Liu dan Zhu, 2016).
Tabel 1.0 14 Sektor terdampak langsung oleh efisiensi
Dengan demikian, terlepas dari tujuan mulia dari kebijakan efisiensi presiden Prabowo, pengurangan belanja terhadap sektor-sektor yang terdampak langsung di atas, cepat atau lambat akan menimbulkan dampak lanjutan terhadap sektor-sektor lainnya secara keseluruhan melalui mekanisme keterkaitan antar industri. Oleh karena itu penulis mencoba melakukan analisa dampak ekonomi untuk menyelidiki kebijakan efisiensi transfer ke daerah.
Analisis dampak yang dilakukan adalah analisis dampak pengganda (multiplier effect), yang terdiri dari pengganda output (output multiplier), pengganda nilai tambah (added value multiplier), pengganda pendapatan (profit and compensation multiplier) dan pengganda pajak (tax mupltiplier). Dari angka pengganda akan dapat diketahui seberapa besar dampak efisiensi pada sektor terdampak terhadap total output, total nilai tambah, total profit, total pendapatan tenaga kerja dan total perolehan pajak.
Sektor-sektor ekonomi yang menjadi objek penelitian ini adalah 52 sektor ekonomi berdasarkan klasifikasi baku lapangan usaha indonesia (KBLI) tahun 2020. Data yang digunakan dalam analisa ini adalah data sekunder transaksi ekonomi 52 sektor ekonomi di Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2016 yang dipublikasi oleh Badan Pusat Statisik Provinsi Kalimantan Utara pada 2021 berupa Tabel Input-Output Provinsi Kalimantan Utara 2016 berdasarkan harga dasar.
Adapun kerangka analisa yang digunakan adalah Analisis Input-Output yang dibuat oleh Wassily Leontief pada 1956 dan telah digunakan secara luas untuk menjelaskan saling keterkaitan antar sektor ekonomi secara kuantitatif dan dampak perubahan-perubahan permintaan pada suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi (Miller, 2009). Model ekonomi yang digunakan adalah model terbuka.
Hasil analisa dampak ekonomi dari kebijakan efisiensi dapat dilihat pada tabel 1.1., 1.2, 1.3, 1.4 dan 1.5.
Tabel 1.1. menunjukkan angka pengganda output masing-masing sektor yang terdampak langsung. Misalnya yang paling tinggi adalah Sektor Angkutan Laut. Apabila efisiensi perjalanan dinas berdampak pada sektor ini, maka total output yang hilang adalah 1.462. Ini artinya 1 milyar pengurangan belanja di sektor angkutan laut akan menyebabkan pengurangan output total perekonomian sebesar 1.462 Milyar rupiah.
Total angka pengganda output seluruh setor adalah 17.977. Hal ini bermakna, apabila terjadi pengurangan belanja sebanyak 1 milyar pada setiap setor akibat efisiensi 14 milyar (14 sektor), maka total output yang hilang adalah 17.977 milyar rupiah. Dengan demikian efisiensi tersebut menyebabkan kehilangan output sekitar 120% dari nilai efisiensi.
Tabel 1.1. Pengganda Output 14 Sektor Terdampak Efisiensi
Tabel 1.2. menunjukkan angka pengganda nilai tambah masing-masing sektor yang terdampak langsung. Misalnya Sektor Industri Kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman. Apabila efisiensi pencetakan dan publikasi berdampak pada sektor ini, maka total nilai tambah yang hilang adalah 0.515. Ini artinya 1 milyar pengurangan belanja di sektor tersebut akan menyebabkan pengurangan nilai tambah total perekonomian sebesar 515 juta rupiah. PDRB dengan demikian berkurang dengan angka yang sama.
Tabel 1.2. Pengganda Nilai Tambah 14 Sektor Terdampak Efisiensi
Total angka pengganda nilai tambah seluruh setor adalah 9.755. Hal ini bermakna, apabila terjadi pengurangan belanja sebanyak 1 milyar pada setiap setor akibat efisiensi 14 milyar (14 sektor), maka total nilai tambah yang hilang adalah 9.755 milyar rupiah. Dengan demikian efisiensi pemerintah mengurangi PDRB sebanyak 9.755 milyar rupiah.
Tabel 1.3. Pengganda Kompensasi Tenaga Kerja 14 sektor Terdampak Efisiensi
Tabel 1.3 menunjukkan angka pengganda kompensasi tenaga kerja masing-masing sektor yang terdampak langsung. Misalnya yang paling rendah adalah Sektor Real Estate. Apabila efisiensi honorarium berdampak pada sektor ini, maka total pendapatan yang hilang adalah 0.072. Ini artinya 1 milyar pengurangan belanja di sektor Real estate akan menyebabkan pengurangan pendapatan total masyarakat sebesar 72 juta rupiah.
Total angka pengganda kompensasi tenaga kerja seluruh setor adalah 2.985. Hal ini bermakna, apabila terjadi pengurangan belanja sebanyak 1 milyar pada setiap setor akibat efisiensi 14 milyar (14 sektor), maka total pendapatan masyarakat yang hilang adalah 2.985 milyar rupiah. Ini artinya efisiensi pemerintah dapat menimbulkan kehilangan lapangan pekerjaan setara penghasilan 2.985 milyar itu.
Tabel 1.4. menunjukkan angka pengganda profit masing-masing sektor yang terdampak langsung. Misalnya Sektor Penyediaan Makan dan Minum. Apabila efisiensi kegiatan seremoni dan seminar/FGD berdampak pada sektor ini, maka total profit yang hilang adalah 0.278. Ini artinya 1 milyar pengurangan belanja di sektor penyediaan makan dan minum akan menyebabkan pengurangan profit seluruh sektor sebesar 278 juta rupiah.
Total angka pengganda profit seluruh setor adalah 5.318. Hal ini bermakna, apabila terjadi pengurangan belanja sebanyak 1 milyar pada setiap setor akibat efisiensi 14 milyar (14 sektor), maka total profit pengusaha yang hilang adalah 5.318 milyar.
rupiah. Ini artinya efisiensi pemerintah mengurangi perputaran modal bisnis sekitar 40% dari nilai efisiensi.
Tabel 1.5. menunjukkan angka pengganda perolehan pajak masing-masing sektor yang terdampak langsung. Misalnya Sektor Penyediaan Akomodasi. Apabila efisiensi kegiatan perjalanan dinas, seremoni dan seminar/FGD berdampak pada sektor ini, maka total Perolehan pajak yang hilang adalah 0.061. Ini artinya 1 milyar pengurangan belanja di sektor penyediaan akomodasi akan menyebabkan pengurangan perolehan pajak dari seluruh sektor sebesar 61 juta rupiah.
Total angka pengganda perolehan pajak seluruh setor adalah 0.410. Hal ini bermakna, apabila terjadi pengurangan belanja sebanyak 1 milyar pada setiap setor akibat efisiensi 14 milyar (14 sektor), maka total perolehan pajak yang hilang adalah 410 juta rupiah. Ini artinya efisiensi pemerintah mengurangi perolehan pajak sekitar 3% dari nilai efisiensi.
Demikianlah perkiraan dampak ekonomi dari kebijakan efisiensi transfer ke Daerah Provinsi Kalimantan Utara. Dapat kita simpulkan bahwa efisiensi keuangan pemerintah bukan berarti efisiensi keuangan masyarakat pekerja dan pengusaha, sebab analisis dampak pengganda menunjukkan bahwa efisiensi terhadap 14 sektor ekonomi di atas menyebabkan pengurangan pendapatan pekerja dan profit pengusaha. Bahkan efisiensi juga dapat mengurangi laju roda perekonomian, sebab menimbulkan pengurangan output hampir 120% dari nilai efisiensi, tersendatnya perputaran modal sekitar 40% dari efisiensi dan kehilangan perolehan pajak sekitar 3% dari efisiensi.
Tabel 1.5 Pengganda Perolehan Pajak 14 Sektor Terdampak Efisiensi
Dalam rangka mengurangi dampak ekonomi dari kebijakan efisiensi pengeluaran pemerintah daerah, penulis menyarankan agar pemerintah melakukan simulasi analisis dampak ekonomi dengan berbagai alternatif komposisi nilai efisiensi untuk masing-masing sektor dan menerapkan skala prioritas pada masing-masing dampak (goal setting), sehingga dapat dipilih strategi efisiensi yang paling optimal. Jangan sampai berniat efisien di satu sektor atau hal tertentu, tapi malah menimbulkan pemborosan di sektor dan hal lainnya.
Penelitian lanjutan juga perlu dilakukan untuk menyediakan tabel input-output provinsi Kalimantan Utara yang terbaru dan lengkap, sehingga analisis dampak pengganda dapat dilakukan menggunakan data yang lebih up to date dan relevan dengan kondisi perekonomian Kaltara. Suatu kerjasama serius dengan Badan Pusat Statistik sangat perlu dilakukan.
Kita tunggu rencana penggunaan dana hasil efisiensi. Apabila sudah tersedia, suatu analisa dampak terhadap rencana penggunaan dana tersebut akan menjadi bahan perbandingan atas tulisan ini. Sebagai penutup, Penulis menyadari bahwa artikel ini sifatnya hanyalah opini sederhana, sehingga terbuka terhadap kritik dan saran dari pembaca yang budiman.
Oleh : Joko Supriyadi M.T.
(Direktur Pusat Studi Pembangunan Ekonomi Kalimantan Utara)