Plt. Sekda Nunukan: MBG Harus Jalan Rapi, Komunikasi Jadi Kunci

oleh
oleh

NUNUKAN, Kaltaraaktual.com- Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Nunukan, Raden Iwan Kurniawan, menegaskan bahwa keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya bergantung pada kesiapan teknis, tetapi juga komunikasi dan koordinasi antarpihak yang solid. Penegasan itu ia sampaikan dalam Rapat Evaluasi Survei Baseline dan Survei Khusus Monitoring dan Evaluasi MBG 2025, yang digelar di Café Syen, Kamis (11/12/25).

Di hadapan peserta rapat, Iwan menjelaskan bahwa Pemkab Nunukan telah membentuk Satgas Percepatan Implementasi MBG, dengan Sekda sebagai ketua. Satgas ini menjadi simpul koordinasi untuk memastikan program berjalan konsisten di lapangan. “Konsep MBG ini luar biasa. Kalau setiap kabupaten melaksanakan dengan baik, dampaknya bukan hanya pada gizi anak, tetapi juga ekonomi lokal,” ujarnya.

Iwan menggambarkan skala kebutuhan logistik yang harus dipenuhi jika seluruh siswa SD di Nunukan masuk cakupan layanan Satuan Penyedia Pangan Gizi (SPPG).

Baca Juga  Rentan Terjadi Kesenjangan Sosial di Kawasan Industri, Andhika Minta Pemkab Bulungan Beri Atensi Serius

“Di Nunukan ada 36 ribu murid SD. Mereka butuh beras, sayur, daging, telur, ikan, macam-macam. Harapan kami, SPPG berputar di dalam kabupaten. Yang satu suplai daging, yang lain telur, ikan, atau sayuran. Ekonomi daerah ikut bergerak,” katanya.

Menurutnya, program MBG bukan hanya soal menu harian, tetapi investasi gizi jangka panjang. Gizi adalah modal kesehatan. Kalau ini terpenuhi, masa depan mereka lebih kuat.

Meski begitu, ia tidak menutup mata terhadap persoalan implementasi. Iwan menyebut koordinasi antar-SPPG masih lemah.

“Saat ini baru ada sepuluh SPPG. Komunikasinya belum cantik. Minimal ada grup WA atau pemberitahuan resmi. Ini harus kita benahi,” ucapnya.

Baca Juga  Bupati Ibrahim Ali Ajak Perusahaan Percepat Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat

Ia juga mengungkapkan bahwa hanya dua SPPG yang pernah mengundang pemerintah daerah dalam pelatihan sebelum operasional. “Sebagian besar kami tidak tahu lokasi dapurnya, siapa penerimanya, sekolah mana yang dicakup. Ketika ada masalah seperti di Sebatik, yang ditanya pemerintah daerah. Padahal ketika pembentukan SPPG, dinas kesehatan yang ingin masuk justru ditolak,” kata Iwan.

Iwan menekankan bahwa BPS ditugaskan melakukan survei karena MBG merupakan proyek strategis nasional, sehingga menjadi indikator kinerja kepala daerah.

“Bayangkan kalau kepala daerah dapat rapor merah gara-gara MBG. Program ini bagus, pelaksanaannya harus sama bagusnya,” tegasnya. Ia memastikan hasil evaluasi BPS akan dibahas bersama untuk menjadi dasar perbaikan.

Ia mengingatkan bahwa dinas terkait, terutama Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan, harus terlibat lebih aktif.

Baca Juga  Pemkab Nunukan Komitmen Dukung Program Kelapa Sawit Berkelanjutan

“Dinas pendidikan harus turun. Kita harus punya data jelas: dari 10 ribu siswa, SPPG mana yang mencakup? Ini belum ada. Kita juga harus memastikan jarak dapur ke sekolah tidak lebih dari 30 kilometer, karena itu standar keamanan makanan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa peran Dinas Kesehatan sangat penting. “Ada kejadian keracunan meski penyajiannya terlihat rapi. Artinya ada pola yang keliru. Dinas kesehatan harus bisa masuk ke dapur. Kalau ditolak, bagaimana memastikan keamanan pangan? Kalau ada masalah, pemerintah daerah yang disalahkan.”

Menutup arahannya, Iwan mengajak seluruh stakeholder memperkuat koordinasi. “Program ini besar dan manfaatnya luar biasa, tapi keberhasilannya ada di tangan kita semua. Mari kita perbaiki komunikasi kita,” pungkasnya. (nvl/*az/red)

Tinggalkan Balasan