Bali Menutup Panggung Budaya IRAU Malinau dengan Prosesi Mepandes dan Tari Klasik

MALINAU, Kaltaraaktual.com– Gemerincing gamelan Bali menggema di Panggung Budaya Padan Liu’ Burung, Rabu malam, (22/10/2025). Di bawah langit Malinau yang mulai temaram, Paguyuban Semeton Bali tampil sebagai penutup rangkaian perayaan Hari Ulang Tahun ke-26 Kabupaten Malinau dan Festival IRAU ke-11.

Mereka hadir bukan sekadar untuk menari, melainkan membawa pesan tentang keteguhan menjaga akar budaya di tanah rantau. Pertunjukan dibuka dengan prosesi mepandes atau potong gigi—ritual adat Bali yang sarat makna spiritual, disimbolkan secara sederhana namun khidmat di atas panggung.

Selepas itu, deretan tarian klasik khas Pulau Dewata mengalir indah: Tari Panyembrana, Tari Sekar Jagat, hingga Tari Margapati. Gerak gemulai para penari, balutan busana warna-warni, serta alunan musik tradisional menghipnotis penonton yang memenuhi arena budaya itu.

Ketua Paguyuban Semeton Bali, dr. Bagus, menjelaskan bahwa mepandes merupakan salah satu upacara penting dalam tradisi Bali yang melambangkan penyucian diri dari sifat-sifat buruk manusia.

“Prosesi ini kami tampilkan secara simbolis sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya kami. Versi aslinya tentu membutuhkan hari baik, perlengkapan banten, dan kehadiran pinandita atau sesepuh adat,” tuturnya.

Meski jumlah anggota paguyuban tidak banyak, semangat mereka tetap besar. “Kami bangga bisa menjadi bagian dari rumah besar Malinau,” ujarnya.

Bupati Malinau, Wempi W. Mawa, yang hadir langsung menyaksikan penampilan itu, memberi apresiasi tinggi. Ia menilai masyarakat Bali di Malinau berhasil menjaga denyut budayanya di tengah kehidupan perantauan.

“Kalau di Bali, prosesi adat itu bagian dari napas sehari-hari. Tapi di perantauan, menjaga semangat itu tidak mudah. Ini luar biasa,” kata Wempi.

Ia juga menyoroti keterlibatan generasi muda dalam pertunjukan tersebut. “Semua yang tampil tadi anak-anak binaan sendiri. Ini bukti bahwa regenerasi budaya berjalan dengan baik,” ujarnya.

Dengan nada berseloroh, Wempi menambahkan bahwa banyak warga Bali di Malinau berprofesi di bidang kesehatan.

“Kalau mereka semua libur, bisa lumpuh pelayanan kesehatan kita,” ujarnya disambut tawa penonton.

Menutup sambutannya, Wempi kembali menegaskan pentingnya menjaga kerukunan antar-etnis di Bumi Intimung.

“Malinau adalah rumah besar kita bersama. Sekalipun berbeda, kita tetap satu dalam membangun daerah dan melestarikan budaya warisan leluhur,” katanya.

Malam itu, prosesi mepandes di tanah perantauan bukan sekadar pertunjukan seni. Ia menjadi simbol pertemuan budaya—antara akar yang tak pernah putus dan tanah baru yang memberi ruang tumbuh. (diskominfo/*red)

Tinggalkan Balasan