Selain masalah politik, Yapur menduga aksi yang dilakukan Kaharudin berkaitan dengan pembangunan Puspem
TIDENG PALE, Kaltaraaktual.com– Viralnya surat pelaporan ke Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), yang dilaporkan Kaharudin atas dugaan tindak asusila yang dilakukan salah satu Oknum anggota DPRD Tana Tidung, kini berbuntut panjang.
Sebelumnya, Kaharudin yang mengaku sebagai tokoh masyarakat hukum adat suku Dayak Bulusu melaporkan salah seorang oknum DPRD Tana Tidung yakni Yapur Alatas (sebelumnya ditulis YA) ke Ketum PDI-P, di Jakarta atas dugaan asusila atau perzinahan.
Dalam surat yang sempat viral itu, Kaharudin meminta kepada Ketum Megawati agar menjatuhkan sanksi tegas kepada salah satu kadernya di Tana Tidung, Yapur Alatas yang sampai saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Tana Tidung.
Sementara itu, Yapur Alatas yang dilaporkan Kaharudin ke Ketum Megawati dengan gentel mengakui dan tidak menampik perbuatannya tersebut sesuai dengan isi surat yang viral, yang telah dilayangkan Kaharudin kepada Dewan Perwakilan Pusat (DPP) PDI-P.
Tidak mau berdiam diri, Yapur pun menuding bahwa surat yang vilar itu bernuansa politik dan mengaku akan mencari siapa orang yang ada di belakang Kaharudin untuk membantu membuat surat tersebut hingga bocor ke publik.
Tidak hanya itu, Yapur pun kini mulai berani menyerang balik Kaharudin dengan membuka kasus lama yang pernah terjadi pada 1999 silam di Kecamatan Sekatak dan Sesayap, Kabupaten Bulungan (Kecamatan Sesayap kini masuk wilayah Tana Tidung setelah terjadi pemekaran wilayah).
Dijelaskan Yapur, pada 1999 lalu PT Adindo pernah di demo oleh masyarakat hukum adat Sekatak dan Sesayap, di mana dua unit alat berat milik PT Adindo sempat di tahan masyarakat hukum adat, yang kemudian dilakukan mediasi di DPRD Bulungan untuk mencari solusinya.
Setelah dilakukan mediasi, lanjut Yapur, PT Adindo akhirnya memberikan tali asih kepada masyarakat hukum adat sebesar Rp400 juta. Namun, setelah pembayaran tali asih itu, Kaharudin diduga menjual beberapa unit alat berat milik PT Adindo, yang sempat dikuasai dan ditahannya.
“Ada dua unit alat berat yang diduga dijual dengan orang itu, semua dia jual tanpa persetujuan semua masyarakat adat di dua kecamatan waktu itu, hasil penjualan alat berat itu kemudian dia nikmati sendiri,” jelasnya.
Disamping itu, Yapur juga menduga, apa yang dilakukan Kaharudin dengan melayangkan surat ke Ketum Megawati, diduga berkaitan dengan pembangunan Pusat pemerintahan (Puspem) yang saat ini tengah dibangun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tana Tidung.
Mengingat, Yapur menambahkan, setelah dilakukan penelusuran Kaharudin ini merupakan salah satu orang tua di Tana Tidung yang paling getol ingin menggagalkan pembangunan Puspem. Karena, Kaharudin ini diketahui telah menjual sebagian kapling tanah di lokasi Puspem.
“Jadi dia ini ketakutan, kan dia ada jual lahan di Puspem itu, kemungkinan takut akan masalah yang timbul dan warga yang membeli lahan dengan dia itu menuntut dan meminta uangnya dikembalikan, jadi dia gunakan berbagai cara untuk menggagalkan Puspem,” bebernya.
Diakui Yapur, sebelumnya Kaharudin sempat datang ke rumah sebanyak tiga kali untuk meminta dukungan agar Puspem itu tidak jadi dibangun. Hanya saja, ketika di suruh berhenti dan dinasehati, Kaharudin justru marah dan membuat aksi menutup jalan masuk ke pembangunan Puspem.
“Sudah pernah saya nasehati dan saya jelaskan, bahwa apa yang dia lakukan itu bertentangan dengan hukum dan hukum adat, tapi dia tidak mau dengar dan justru marah kepada saya,” sebutnya.
Meski begitu, Yapur menerangkan, Kaharudin tetap berupaya menggagalkan pembangunan Puspem, bahkan Kaharudin mencoba mendatangi para ketua adat se-Tana Tidung dengan maksud menggalang dukungan, lewat surat pernyataan yang dibuatnya.
“Tapi para ketua adat di Tana Tidung ini sudah paham dan bijak, bahwa kawasan Puspem itu bukan kawasan hutan adat tapi kawasan hutan tanaman industri (HTI) PT Adindo. Sehingga, banyak ketua adat di Tana Tidung banyak yang tidak mendukung aksi Kaharudin ini.
“95 persen para ketua adat di Tana Tidung tidak mendukung dia, ada yang mendukung tapi itu saya menduga mungkin karena itu dilakukan secara terpaksa,” terang Yapur.
Yapur menuturkan, apa yang dilakukan Kaharudin dengan membawa dan menggunakan atribut suku Dayak Bulusu, pada dasarnya sudah masuk dalam kategori mencemarkan nama suku Bulusu. Mengingat, setiap aksi yang dilakukannya banyak mendapat penolakan dari sukunya sendiri, Dayak Bulusu.
“Masyarakat Tana Tidung khususnya suku Dayak Bulusu banyak yang tidak mendukung aksinya itu, tapi dia masih saja melakukannya dengan membawa nama dan menggunakan atribut sukunya sendiri,” pungkasnya. (ilm/*red)
