JAKARTA, Kaltaraaktual.com- Empat institusi pemerintah pusat akan menggelar rapat koordinasi dengan kementrian, untuk mengkomunikasikan aspirasi masyarakat di wilayah perbatasan Indonesia, Kabupaten Nunukan.
Empat Institusi tersebut meliputi, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas), Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BPBN) dan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI.
“Kita sudah menyampaikan aspirasi masyarakat Kabupaten Nunukan terkait dengan Pembangunan di wilayah Perbatasan, empat instusi ini merespon baik aspirasi kita dan nantinya segera di koordinasikan ke sejumlah kementrian terkait,” kata Muhammad Mansur, Jumat (14/3/25) saat dikonfirmasi terkait hasil kunker Komisi I dan III di Jakarta.
Sekretaris Komisi I DPRD Nunukan ini, mennyampaikan segala persoalan Pembangunan wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan, selain infrastruktu, Pendidikan dan kesehatan, Pembangunan ekonomi masyarakat dibidang pembudidyaan rumput laut juga menjadi pembahasan pada pertemuan yang digelar Kamis, (13/3/25) di Jakarta.
Dihadapan Wadirjen Bapenas, Muhammad Mansur menegaskan Pembangunan wilayah perbatasan butuh perhatian pemerintah pusat, karena saat ini menghadapi berbagai keterbatasan.
Dalam pertemuan dengan Wakil Direktur Jenderal (Wadirjen) Bappenas, Politisi Partai Nasdem Nunukan ini, juga menegaskan bahwa Kabupaten Nunukan sebagai garda terdepan negara tidak boleh pemerintah pusat abaikan.
Daerah yang terdiri dari dua pulau dan satu wilayah daratan ini memiliki posisi strategis dalam sistem pertahanan negara, namun hingga kini masih tergolong sebagai wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
“Minimnya perhatian dari pemerintah pusat menyebabkan masyarakat terisolasi dan kurang mendapatkan fasilitas yang memadai, ini yang terjadi saat ini,” tegas Mansur dalam pertemuan itu.
Disampikannya bahwa Kabupaten Nunukan memiliki populasi sekitar 227 ribu jiwa, dengan lebih dari 11.086 warga di wilayah Kerayan mengalami keterisolasian akibat buruknya infrastruktur dan aksesibilitas.
Demikian juga di wilayah Kabudaya, dengan jumlah penduduk lebih dari 552 ribu jiwa, banyak masyarakat yang terpaksa mencari penghidupan di Malaysia karena keterbatasan ekonomi dan minimnya peluang kerja.
Selain masalah ekonomi, Kabupaten Nunukan juga menghadapi tantangan keamanan yang serius, isu tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal, deportasi warga negara Indonesia, penyelundupan barang ilegal, namun, hingga saat ini, pemerintah pusat belum memberikan perhatian yang cukup terhadap permasalahan ini.
Infrastruktur Perbatasan Dengan Negara Tetangga.
Mansur mejelaskan perbandingan antara infrastruktur di perbatasan Indonesia dengan Malaysia juga menjadi perhatian dalam pertemuan itu, Sekretraris Fraksi Nasdem DPRD Nunukan ini menekankan bahwa infrastruktur di Sarawak, Malaysia, jauh lebih baik dibandingkan dengan di wilayah Krayan.
“Jika terjadi insiden pelanggaran batas wilayah, Malaysia dapat dengan cepat mengambil tindakan, sementara Indonesia masih kekurangan sarana yang memadai untuk merespons dengan cepat,” ungkapnya.
Selain itu, perekonomian masyarakat di perbatasan juga masih bergantung pada Malaysia. Banyak kebutuhan pokok yang harus diimpor dari negara tetangga akibat keterbatasan produksi dan distribusi dalam negeri.
Hal ini kata Mansur, menunjukkan perlunya peningkatan pembangunan infrastruktur dan fasilitas ekonomi di Kabupaten Nunukan agar masyarakat tidak terus bergantung pada pihak luar.
Pendidikan dan layanan publik juga menjadi perhatian dalam pertemuan tersebut, sulitnya akses pendidikan di Kabupaten Nunukan, dengan banyak anak-anak yang kesulitan mendapatkan pendidikan yang layak.
Selain itu, tenaga pendidik dan tenaga kesehatan mengalami kendala dalam menjalankan tugas akibat minimnya fasilitas dan aksesibilitas, termasuk pembangunan, peningkatan fasilitas pendidikan dan kesehatan, penguatan sistem pertahanan dan keamanan, serta pengembangan ekonomi lokal agar masyarakat tidak terus bergantung pada negara tetangga.
“Kami berharap agar aspirasi ini dapat ditindaklanjuti atau dikoordinasikan dengan pihak kementrian terkait,agar percepatan wilayah perbatasan masuk dalam pembahasan tahun ini,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa perjuangan pembangunan wilayah perbatasan harus diperjuangkan, agar suara masyarakat perbatasan dapat didengar dan mendapatkan perhatian serius dari pemerintah pusat.
Tanggapan Bapenas RI
Deputi Regional II Kaltimkaltara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI, Adnan, menyatakan bahwa saat ini Bappenas telah merumuskan pembangunan wilayah perbatasan.
Proses ini masih dalam tahap awal perencanaan, dan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) telah disiapkan dengan mencantumkan kebijakan afirmasi terhadap kawasan perbatasan.
Adnan menekankan bahwa pemerintah pusat, pemerintah daerah, DPR RI, serta DPRD provinsi dan daerah memiliki peran penting dalam mengawal pelaksanaan program pembangunan di kawasan perbatasan.
Selain itu, upaya mitigasi risiko juga perlu dilakukan agar seluruh rencana dapat berjalan sesuai target, karna pemerintah ingin memastikan bahwa pembangunan kawasan perbatasan tidak hanya sebatas perencanaan, tetapi benar-benar diwujudkan untuk pemerataan pembangunan.
Wilayah perbatasan, khususnya di Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat, dipandang sebagai beranda depan negara yang harus diperkuat, pembangunan kawasan perbatasan harus didorong secara optimal, tidak hanya untuk meningkatkan infrastruktur tetapi juga memperkuat sektor ekonomi dan sosial masyarakat.
“Rencana pembangunan ini dapat diakses melalui situs resmi Bappenas dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2020 telah mengatur secara rinci mengenai pengembangan wilayah perbatasan di Kalimantan Utara.
“Kami berupaya untuk mengkoordinasikan ini baik ditingkat kementrian maupun pemerintah provinsi untuk memastikan pembangunan berjalan sesuai dengan arah kebijakan nasional,” ungkap Adnan.
Karena itu, Pemerintah berharap dengan perencanaan yang matang dan pengawalan ketat dari berbagai pihak, proyek pembangunan di kawasan perbatasan dapat berjalan efektif.
“Kawasan perbatasan tidak hanya menjadi batas administratif, tetapi juga pusat pertumbuhan ekonomi yang mampu memberikan manfaat bagi masyarakat setempat serta memperkuat posisi Indonesia di tingkat internasional.” tutup Adnan. (tfk/dprdnnk)