MALINAU, Kaltaraaktual.com- Perayaan festival budaya IRAU ke-11 dalam rangka HUT ke-26 Kabupaten Malinau yang digelar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malinau baru-baru ini mencatatkan capaian luar biasa. Bukan lagi sekadar seremoni budaya, perhelatan akbar tersebut menjelma menjadi mesin ekonomi raksasa yang menggerakkan berbagai sektor.
Menurut hasil analisis survei perekonomian yang dilakukan selama berjalannya acara, perputaran uang selama Irau ke-11 mencapai Rp108,33 miliar. Angka ini melonjak lebih dari dua kali lipat dibanding penyelenggaraan tahun 2023 yang mencatatkan Rp44,83 miliar.
Data tersebut dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Malinau yang berkolaborasi dengan Poltek Malinau, dengan pembanding kondisi 20/19 hari sebelum festival dimulai.
“Memang terjadi peningkatan perputaran uang yang signifikan,” ujar Kepala BPS Malinau Yanuar Dwi Cristyawan, Sabtu, (08/11/25).
Menurutnya, lonjakan ekonomi terjadi di berbagai sektor terutama perdagangan, jasa, dan konstruksi yang bergerak seiring tingginya aktivitas masyarakat selama festival berlangsung.
458 Ribu Pengunjung Padati Festival Budaya IRAU ke-11
Hingga 26 Oktober 2025, survei mencatat 458.098 pengunjung memadati Lapangan Padan Liu Burung di pusat kota Malinau. Mayoritas pengunjung hadir pada malam hari (56 persen), disusul pagi hari (31 persen), sementara sisanya datang pada siang dan sore.
Bukan hanya dari Malinau, arus wisatawan juga mengalir dari kabupaten sekitar Tana Tidung, Bulungan, Nunukan, dan Tarakan hingga luar provinsi seperti Jakarta. Bahkan wisatawan mancanegara dari Belanda, Australia, dan Malaysia turut hadir.
Pengeluaran terbesar pengunjung tercatat pada sektor makanan dan minuman sebesar 50,6 persen. Sementara pembelian kerajinan dan aksesori khas Malinau menyumbang 45,4 persen, dan jasa hiburan 4 persen seperti wahana permainan anak.
Konstruksi dan Perdagangan Jadi Penyumbang Terbesar
Dari total perputaran uang Rp108,33 miliar, sektor konstruksi menjadi kontributor terbesar dengan nilai Rp38,23 miliar (35,3 persen). Angka ini mencakup pembangunan fasilitas umum, jaringan listrik, hingga stan kegiatan.
Diikuti sektor perdagangan 22,7 persen (Rp24,59 miliar), akomodasi dan penyediaan makan-minum 18,9 persen (Rp20,49 miliar), serta kesenian, hiburan, dan jasa lainnya 10,9 persen (Rp11,82 miliar).
Sektor transportasi juga mencatat kontribusi Rp6,7 miliar (6,2 persen), administrasi pemerintahan Rp3,46 miliar (3,2 persen), dan industri pengolahan Rp2,59 miliar (2,4 persen).
Tak hanya perputaran uang, Irau juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi Malinau. Survei mencatat output total melonjak 211,05 persen.
Sektor akomodasi dan penyediaan makan-minum tumbuh paling tajam hingga 568,51 persen, hampir tujuh kali lipat dibandingkan sebelum penyelenggaraan. Disusul perdagangan 128,58 persen, industri pengolahan 90,89 persen, kesenian dan hiburan 39,73 persen, serta transportasi 8,37 persen.
Festival Irau Jadi Simbol Kuat Sinergi Budaya dan Ekonomi
Yanuar menegaskan bahwa lonjakan ekonomi pada penyelenggaraan Irau ke-11 tidak terjadi begitu saja. Sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat adat menjadi kunci keberhasilan.
“Kegiatan ini diharapkan menjadi model pengembangan ekonomi berbasis budaya di Kalimantan Utara dan memperkuat posisi Malinau sebagai destinasi wisata budaya unggulan di Indonesia,” tutupnya.
Festival Irau bukan hanya panggung mempertontonkan ragam budaya dan kebersamaan lintas etnis. Lebih dari itu, ia menjadi bukti bahwa budaya dapat menjadi tulang punggung ekonomi, sekaligus membuka peluang lebih luas bagi pengembangan daerah.
Dengan capaian menembus ratusan miliar rupiah dan ratusan ribu pengunjung, Irau ke-11 menandai babak baru pemanfaatan budaya sebagai modal ekonomi yang nyata bagi Kabupaten Malinau. (ilm/red)










