Mencandra ‘Parai’ di Palung Desa Binai

OPINI, Kaltaraaktual.com- Kekayaan alam adalah suatu anugerah dari Tuhan untuk kita semua yang dimana kita sebagai penghuninya harus bisa menjaga dan melestarikan sebagaimana mestinya. Padi atau Parai merupakan kekayaan alam dari Tuhan, yang tumbuh di berbagai lahan seperti didataran rendah maupun dataran tinggi. Salah satu dari Provinsi yang berada di Indonesia yakni Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang terletak di Desa Binai.

Penanaman padi di Provinsi Kaltara Kabupaten Bulungan ini  termasuk dataran tinggi semacam di pegunungan, sangat berbeda dengan daerah-daerah lain, yang sering kita ketahui atau lihat seperti padi dataran rendah atau padi sawah. Sehingga  penanaman Padi atau Parai dimanfaatkan oleh para petani di Desa Binai tersebut, dengan alat tradisional dan kepercayaan mereka terhadap Tuhan.

Memanfaatkan dan melestarikan padi yang telah Tuhan berikan merupakan suatu hal yang sangat berarti di kalangan masyarakat atau para petani, mengapa? Karena padi yang mudah ditanam di berbagai tempat, seperti yang kita ketahui jauh sebelum adanya Desa Binai, masih disebut dengan pedalaman padi sudah mulai di manfaatkan oleh para petani di desa tersebut.

Dalam artian padi pegunungan yang di tanam secara satu-satu atau tunggal merupakan cara tanam yang berbeda dengan daerah yang lain, dan ladang yang awalnya  masih berbentuk hutan yang lebat, para petani harus melakukan proses merintis dan menebang pohon-pohon untuk ladang yang ingin dijadikan tempat penanaman padi. Sampai akhirnya ladang kering dan siap untuk di bakar, dari hasil bakaran itu akan menimbulkan tanah yang subur.

Tetapi yang lebih uniknya lagi para petani di Desa Binai terkadang mengumpulkan bekas tebangan kemudian di Tugal ditunggu selama kurang lebih 2/3 minggu yang akhirnya akan tumbuh rumput, para petani pun pergi merumput menggunakan alat tradisional yang bernama Beluing untuk digaru-garuk di tanah. Seiring berjalan zaman yang semakin modern sebagian para petani menggunakan racun rumput, racun rumput itu sama sekali tidak membahayakan padi gunung yang mereka tanam.

Para petani juga tidak harus merawat padi gunung seperti padi sawah, mereka hanya menunggu hingga berbuah atau Bunting. Padi ditunggu selama 3/5 bulan, tergantung dengan padi gunung apa yang para petani tanam ada yang cepat masak dan ada juga yang lambat.

Padi gunung yang sudah masak  lalu dipotong oleh para petani menggunakan Ani-ani, alat khusus untuk menebas padi yang sudah masak. Semakin berkembangnya zaman dan banyak alat canggih, para petani pun mulai mencoba metode menebas, membanting, menggunakan metode seperti ini ialah petani yang sudah berpengalaman bekerja menjadi petani padi.

Padi dijemur diambil dijemur begitu terus dilakukan berulang-ulang sampai padi tidak basah lagi karena jika masih basah dan tidak kering maksimal akan muncul bau busuk pada padi. Setelah beberapa hari padi dijemur di ladang, padi pun dibawah ke tempat gilingan yang akan menghasilkan yang namanya Beras.

Di Desa Binai ini memiliki tempat yang sangat strategis dan berbagai macam padi, ada  padi gadis yang wangi dan enak, padi pui yang putih rupanya.

Loh, ternyata ada juga padi yang khusus untuk bikin Tapai, padi ketan namanya, biji-bijian nya agak besar dan cepat sekali tumbuhnya sekitar 3 bulan setengah sudah bisa di panen oleh para petani. Terkadang masyarakat di Desa Binai mengelola menjadi sebuah kerupuk Emping dari padi hasil panennya para petani padi.

Tantangan untuk para petani di Desa Binai dalam menanam padi ialah kondisi alam yang kurang bersahabat. Jika para petani menanam di waktu yang bersamaan dengan kemarau yang terus menerus akan membuat padi gunung tidak hidup dengan baik, padi gunung bakal tumbuh tapi tidak meyakinkan untuk panen bisa jadi akan gagal panen. Konflik yang sering para petani rasakan juga karna adanya burung, walangsangit, hama dan ulat batang maka dari itu para petani selalu melihat kondisi sebelum memulai menanam padi gunung.

Keunikan para petani di desa Binai masih menggunakan alat tradisional dari nenek moyangnya karena keterbatasan pengetahuan yang mereka miliki jadi para petani di Desa Binai menggunakan  alat tradisonal Serta melestarikannya terutama alat untuk menanam padi gunung.

Finansial para petani yang berkecukupan juga, maka dari itu mereka menggunakan alat tradisional dan tidak membeli alat modern yang canggih. Sangat berbeda dengan daerah-daerah lainnya Desa Binai Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara.

Masih begitu banyak memanfaatkan alat tradisional untuk menanam padi gunung.  Ya, sungguh sangat bagus untuk melestarikan budaya dari Nenek Moyang mereka yang berada di desa Binai.

Salah seorang petani di desa Binai bernama Pak Apui Ingau mengatakan Dulu hama jarang sekali muncul, tapi karna orang dulu di desa ini percaya jika banyak hama yang muncul itu karena banyaknya dosa seseorang itu dan pelajaran untuk seseorang tersebut.

Para petani padi di Desa Binai juga melakukan yang namanya bergotong royong dalam menanam padi hingga memanen padi. Mereka melakukannya agar meringankan beban satu sama lain, dan mempererat ikatan persaudaraan.

Sosok bapak tua yang penuh semangat tersebut menyampaikan proses penanaman padi, mereka melakukan tradisi, ritual yang pastinya masyarakat di sana hanya bisa berserah dan pasrah kepada Tuhan. Sehingga sampai dimana penanaman padi selesai masyarakat  di Desa Binai melaksanakan yang namanya pesta panen.

Dilakukan setelah panen padi dan diperbolehkan mengundang orang asing jika mendapatkan undangan, masyarakat di Desa Binai juga tidak memandang suku, bahkan agama. Kesempatan untuk para sesepuh untuk memberikan nasehat tentang kehidupan, tujuan pesta panen padi ini adalah bentuk atau ucapan rasa syukur. Karena mereka dapat panen dengan baik dan akan mendoakan lagi untuk tahun berikutnya menanam padi, biasanya yang mengambil peran seperti ini ialah para Pendeta dan yang memegang acara pesta panennya.

Harapan untuk ingin bertahan lama dalam berladang padi sangat tidak memungkinkan. Bisa di lihat dari mereka para petani yang begitu-gitu saja tidak ada perubahan, karna mereka hanya fokus untuk makanan sehari-hari mereka. Tapi kita perlu ingat rezeki sudah di atur oleh Tuhan sebagaimana mestinya jadi tidak semua para petani, hidup finansial nya yang hanya selalu berkecukupan.

Opini oleh : Indira Nur Syfa, SMAN 1 Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan

Tinggalkan Balasan