TANJUNG SELOR, Kaltaraaktual.com– Berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Bulungan Nomor 5 Tahun 2003, objek wisata Gunung Putih, Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, ditetapkan menjadi kawasan Suaka Alam Wisata. Kini kawasan objek wisata tersebut jadi buah bibir warga sekitar usai terkuaknya sejumlah kejanggalan dalam pengelolaan wilayah kawasan Gunung Putih.
Salah satu tokoh masyarakat yang tidak ingin disebutkan namanya, mempertanyakan integritas serta konsistensi kebijakan Pemkab Bulungan.
“Kami mendukung upaya pelestarian Gunung Putih, tapi mengapa justru pemerintah (Pemkab Bulungan) sendiri yang memberi izin kepada aktivitas yang merusak? Ini bentuk kemunafikan kebijakan,” ujar tokoh masyarakat, sekaligus seorang aktivis lingkungan di Tanjung palas ini.
Menurutnya, Gunung Putih bukan sekadar objek wisata atau cadangan sumber daya alam. Ia adalah simbol keseimbangan antara budaya, lingkungan, dan manusia. Jika aturan hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas, maka konservasi hanyalah topeng dari kepentingan ekonomi jangka pendek.
Sementara, pada perbup tersebut, secara tegas disebutkan masyarakat dilarang melakukan aktivitas perladangan, berkebun, menebang pohon, dan pembakaran hutan di wilayah konservasi Gunung Putih. Larangan itu bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dan menjaga keseimbangan ekosistem di kawasan yang juga memiliki nilai spiritual dan budaya tinggi bagi masyarakat setempat.
Namun ironisnya, di balik pelarangan ketat terhadap aktivitas masyarakat, Pemkab Bulungan justru diduga kuat menjadi pihak yang menerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) kepada perusahaan tertentu untuk melakukan aktivitas galian C di sekitar kawasan Gunung Putih tanjung palas.
“Padahal, aktivitas galian C – seperti pengambilan material batu gunung yang memiliki dampak langsung terhadap kerusakan lingkungan, termasuk potensi longsor, kerusakan struktur tanah, dan hilangnya vegetasi penyangga. Terlebih, jika dilakukan di sekitar kawasan yang semestinya dilindungi,” imbuhnya.
Di sisi lain, masyarakat yang selama ini tinggal dan menggantungkan hidup dari alam sekitar Gunung Putih merasa kecewa. Mereka merasa ditekan dan dibatasi dengan alasan perlindungan kawasan, tetapi kemudian menyaksikan alat berat bebas keluar masuk mengeruk alam dengan restu resmi.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Pemkab Bulungan terkait dasar dan mekanisme penerbitan PKKPR tersebut. (ka1/*red)