NUNUKAN, Kaltaraaktual.com- Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap ringgit kembali memukul warga perbatasan. Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Utara, Ruman Tumbo, mengkritik keras dampak langsung gejolak kurs tersebut terhadap harga kebutuhan pokok di Nunukan wilayah yang sejak lama hidup berdampingan dengan arus barang dari Malaysia.
Menurut Ruman, kenaikan ringgit membuat harga komoditas asal negeri jiran melonjak tajam, sementara daya beli masyarakat justru kian tergerus. “Ya lah, ringgit naik, kurs Indonesia kurang ya, Pak. Duit Indonesia tidak ada nilainya, mau diapakan,” ujarnya, menandaskan kondisi lapangan yang kian menekan warga, Senin, (01/12/25).
Ruman menilai persoalan kurs bukan ranah pemerintah daerah dan tidak bisa diselesaikan oleh siapa pun kepala daerahnya. “Kenapa ke pemerintah daerah. Tidak ada itu. Siapapun bupatinya, tidak ada. Apa yang mau dibikin soal itu,” katanya.
Namun yang paling disorot Ruman adalah derasnya arus barang Malaysia yang masuk ke Nunukan. Ia menegaskan bahwa praktik itu sebenarnya bertentangan dengan aturan perdagangan nasional.
“Barang dari Malaysia itu sebenarnya tidak boleh. Itu undang-undang perdagangan. Yang dibolehkan itu ke Malaysia. Impor tidak boleh, ekspor boleh. Tapi kenapa kita terima impor tutup mata,” tegasnya.
Meski begitu, Ruman memahami paradoks yang terjadi. Ketergantungan warga Nunukan terhadap suplai barang Malaysia sudah berlangsung puluhan tahun. Hampir seluruh kebutuhan pokok, kata dia, berasal dari seberang. “Sembilan bahan pokok coba kamu cari di toko, semua barang dari Malaysia,” terangnya.
Ia juga menyoroti praktik penindakan aparat yang dinilainya tidak konsisten. “Petugas ini jangan terlalu pilih-pilih. Ini juga tangkap-tangkap, pilih-pilih. Itu tangkap-tangkap itu masalah sendir tapi saya bela kebenaran, di mana kebenarannya,” imbuhnya.
Ruman berharap pemerintah pusat turun tangan memperbaiki regulasi perdagangan di kawasan perbatasan, agar selaras dengan realitas kebutuhan masyarakat. Tanpa intervensi kebijakan yang jelas, katanya, warga Nunukan akan terus berada dalam posisi paling rentan menghadapi gejolak kurs dan ketimpangan suplai barang. (*)






