Ketimpangan Anggaran PUPR Nunukan, Donal Meledak: Kabudaya Diabaikan, Lebih Baik Gabung Malinau atau Malaysia

NUNUKAN, Kaltaraaktual.com- Rapat kerja Komisi III DPRD Nunukan bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) pada Rabu, (26/11/25) memanas setelah Anggota DPRD dari Dapil IV, Donal, melayangkan kritik keras terhadap ketimpangan anggaran pembangunan 2026. Di ruang Ambalat I DPRD Nunukan, Donal menyebut pemerintah daerah telah gagal menghadirkan keadilan pembangunan bagi wilayah pedalaman yang ia sebut sebagai kabudaya wilayah adat dan perbatasan yang selama ini menjadi benteng identitas Nunukan.

“Nunukan sudah 26 tahun berdiri. Tapi kabudaya tetap jalan di tempat. Tidak ada listrik, tidak ada jalan, masyarakat masih pakai lampu pelita. Sementara di kantor kalian pakai AC. Di mana hati nurani pemerintah ini?” seru Donal, yang terlihat menahan amarah.

Donal menyorot anggaran survei jalan yang mencapai Rp300 juta dan survei jembatan Rp100 juta. Menurutnya, kegiatan survei hanya menghabiskan anggaran tanpa berujung pembangunan fisik.

“Survei tiap tahun. Jalan tidak pernah jadi. Ini survei apa? Untuk apa ratusan juta tapi masyarakat kami masih terisolasi?” sebutnya.

Ia menyebut bahwa dana sebesar itu lebih baik dialihkan untuk membuka akses jalan menuju hulu sungai, wilayah adat, dan kawasan perbatasan.

Donal membeberkan ketimpangan mencolok: Nunukan kota mendapat Rp16–17 miliar, sementara kecamatan pedalaman seperti Lumbis Ogong, Lumbis Hulu, Pansiangan, Krayan, Kunik, dan Sembakung Atulai hanya menerima Rp1–4 miliar.

“Lumbis Ogong itu bahkan tidak tembus Rp1 miliar. Ini kabupaten apa? Pemerataan apa? Kami ini wilayah adat, budaya, perbatasan. Kenapa kami disetarakan dengan sisa anggaran?” imbuhnya.

Ia menegaskan bahwa beberapa kecamatan di dapilnya sama sekali belum merasakan satu meter pun jalan kabupaten sejak Nunukan berdiri.

Kondisi kantor camat Lumbis Ogong yang rusak dan ketiadaan rumah dinas membuat aparatur lebih memilih tinggal di Mansalong. Bagi Donal, ini bukti bahwa pemerintah daerah tidak pernah menempatkan wilayah kabudaya sebagai prioritas.

“Pelayanan bagaimana mau maksimal kalau aparatur tidak bisa tinggal di tempat tugasnya?”

PUPR Nunukan Dinilai Tidak Proaktif Perjuangkan Kepentingan Pedalaman

Donal juga menuding PUPR minim inisiatif memperjuangkan dukungan anggaran dari pemerintah pusat maupun provinsi. “Undang kami DPRD. Kita datang sama-sama ke pusat. Kalau tidak menggonggong, mana mungkin pusat dengar?” tanyanya.

Puncak kemarahan Donal terjadi ketika ia melontarkan ultimatum terhadap RKA PUPR 2026. “Saya minta semua diubah! Kalau tidak, di Banggar saya coret semuanya!”

Namun seruan berikutnya mengejutkan ruangan. Donal menyebut bahwa jika ketimpangan terus terjadi, wilayah dapil IV bisa saja mempertimbangkan opsi ekstrem.

“Kalau seperti ini terus, jangan salahkan masyarakat kabudaya kalau memilih gabung dengan Kabupaten Malinau. Atau sekalian ke Malaysia,” tegasnya.

Pernyataan itu membuat suasana rapat hening. Donal menegaskan bahwa pernyataan tersebut bukan ancaman politik melainkan ekspresi kekecewaan mendalam masyarakat pedalaman yang merasa diabaikan sejak dua dekade lebih.

“Masyarakat kabudaya hanya ingin diperlakukan setara. Tidak lebih, tidak kurang,” tukasnya. (**)

Tinggalkan Balasan