Air Mata Keluarga Iringi Perjuangan H Maksum Cari Keadilan

Hukum Tajam ke Bawah? Imam Masjid Tarakan Jadi Korban Kriminalisasi Sengketa Tanah 

TARAKAN, Kaltaraaktual.com- Hukum di negeri ini tengah menjadi sorotan masyarakat luas, banyak yang beranggapan hukum saat ini lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas hingga tebang pilih.

Salah satu contoh kasus yang dialami seorang imam masjid yakni H. Maksum, yang terjadi dan kini menjadi buah bibir masyarakat di Kota Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara).

Diberbagai platform media sosial (medsos), kisah H. Maksum viral belakang ini lantaran diduga menjadi korban kriminalisasi oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab.

Dimana, H. Maksum dilaporkan sekelompok orang atas dugaan pemalsuan dokumen surat tanah yang merupakan hak miliknya.

Akibatnya, kakek berusia 65 tahun itu harus mendekam dan merasakan dinginnya lantai di balik jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Kota Tarakan.

Kasus ini bermula dari upaya H. Maksum yang mencoba mempertahankan haknya atas kepemilikan sebidang lahan yang diduga diserobot dan diperjualbelikan oleh orang tidak bertanggungjawab.

Merasa haknya dirampas, H. Maksum melakukan berbagai upaya, mulai dari jalur musyawarah hingga melaporkan kasus ini ke Polres Tarakan, pada November 2024 silam.

Setelah melakukan serangkaian penyelidikan, April 2025 pihak Polres Tarakan mengehentikan proses penyidikan karena menilai kasusnya tidak masuk dalam ranah pidana melainkan perdata.

Namun, langkah tersebut justru memicu konflik di lapangan hingga akhirnya berujung pada laporan balik terhadap dirinya.

Ironisnya, selang beberapa hari setelah pelaporannya dihentikan, warga Perumnas, Kelurahan Karang Anyar itu justru ditersangkakan atas tuduhan pemalsuan dokumen.

Alih-alih mendapat kepastian hukum, pria paruh baya yang kerap menjadi imam di Masjid Miftahul Jannah itu kini harus berhadapan dengan proses pidana setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.

Bahkan, H. Maksum kini harus duduk di kursi pesakitan lantaran kasusnya telah bergulir dipersidangan di Pengadilan Negeri Kelas II Kota Tarakan.

Kasus ini menambah panjang daftar konflik agraria di wilayah perbatasan khususnya di Tarakan, di mana persoalan tumpang tindih kepemilikan tanah seringkali berujung pada kriminalisasi terhadap warga.

Warga yang mengetahui kasus ini melalui medsos tidak sedikit yang menilai bahwa kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat kecil yang berusaha memperjuangkan hak tanahnya.

Dengan harapan aparat penegak hukum dapat bersikap adil dan tidak berpihak kepada pihak yang memiliki kekuatan modal maupun pengaruh.

Sambil melakukan berbagai cara untuk mencari keadilan, kini pihak keluarga hanya bisa berharap agar orangtuanya (H. Maksum, red) dapat dibebaskan dari tuduhan yang disematkan.

“Kami menilai penetapan tersangka ini terlalu tergesa-gesa dan cacat hukum, apalagi orangtua kami tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan itu,” kata Rudiyah Alawiyah saat ditemui awak media, Senin, (18/08/25).

“Tanah yang disengketakan itu memang milik kami, semua bisa kami buktikan karena kami punya dokumen lengkapnya dan itu bukan dokumen palsu seperti yang disangkakan,” tambahnya.

Rudiyah menilai, kasus yang menjerat orangtuanya ini sangat aneh mengingat selama proses penyidikan aparat penegak hukum tidak transparan dalam menunjukkan bukti dan saksi yang ada.

“Dari kami bisa menunjukkan bukti surat tanah yang mereka klaim palsu yang ditandatangani pihak terkait, bahkan warga sekitar lahan itu tahu bahwa tanah itu milik orangtua kami,” tegasnya.

Rudiyah berharap, kasus ini dapat segera terselesaikan dan H. Maksum dapat dibebaskan dari segalah tuduhan yang ada.

“Kami sudah melakukan berbagai upaya mencari keadilan, harapannya orangtua kami dapat dibebaskan dari segalah tuduhan, karena memang orangtua kami tidak melakukan kejahatan apapun,” pungkasnya. (im)

Tinggalkan Balasan