Akses Informasi Publik Soal Laka Laut Dibatasi, PWI Nunukan Tegaskan BPTD Harus Pahami Hak Pers

NUNUKAN, Kaltaraaktual.com-  Polemik saling lempar kewenangan antara Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) IV Nunukan dan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kalimantan Utara (Kaltara) terkait insiden kecelakaan (Laka) laut di perairan depan dermaga tradisional Aji Putri-Bambangan, Senin (28/07/2025), menuai tanggapan dari kalangan jurnalis.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Nunukan, Taslee, menyayangkan sikap institusi pemerintah yang terkesan menghambat akses informasi terhadap peristiwa yang sudah menelan korban jiwa dan memicu keprihatinan publik.

“Informasi menyangkut keselamatan pelayaran dan insiden kecelakaan laut adalah hak publik. Ketika media diminta berbelit-belit seperti isi formulir dan menunggu lima hari kerja, itu bentuk pengabaian terhadap Undang-undang Pers dan prinsip keterbukaan informasi,” kata Taslee kepada TribunKaltara.com, Selasa (29/07/2025), siang.

“Ini Bukan Informasi Rahasia Negara”

Menurut Taslee, informasi yang dimintakan wartawan seperti legalitas speedboat, status surat persetujuan berlayar (SPB) dan pengawasan pelayaran bukan kategori informasi yang dikecualikan.

Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, disebutkan bahwa pers berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.

“Pasal 4 ayat (3) Undang-undang pers menyebutkan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers. 0ers nasional mempunyai hak mencari dan menyebarluaskan informasi. Jadi permintaan konfirmasi bukan sedang mengorek rahasia negara. Ini bukan informasi rahasia negara,” ucapnya.

Taslee juga mengingatkan bahwa keselamatan pelayaran adalah isu publik yang menyangkut nyawa manusia.

Ketua PWI Nunukan, Taslee.

Jika instansi bersikap pasif dan birokratis terhadap permintaan informasi, itu sama saja membiarkan ruang abu-abu dalam pengawasan transportasi laut.

“Kalau lembaga seperti KSOP dan BPTD tidak satu suara soal kewenangan, publik bisa bingung dan pelanggaran bisa terus terjadi. Speedboat tanpa izin bisa lolos, pelampung diabaikan, dan nyawa kembali jadi korban,” ujar Taslee.

Dorongan Evaluasi SOP Pelayanan Informasi di Instansi Pemerintah

Menanggapi permintaan humas BPTD agar wartawan mengisi formulir permohonan informasi dan menunggu hingga lima hari kerja, Taslee menyebut praktik itu tidak sesuai dengan kebutuhan kerja jurnalistik yang bersifat cepat dan responsif.

“Permintaan informasi oleh wartawan itu beda dengan permohonan administratif oleh warga. Wartawan bekerja dengan tenggat waktu. Mestinya ada perlakuan khusus yang lebih responsif. BPTD harus pahami hak pers,” tuturnya.

Taslee juga mengingatkan agar instansi publik tidak menyamakan jurnalis dengan pemohon informasi administratif, sebab dalam banyak kasus, konfirmasi media justru dapat membantu lembaga memperbaiki persepsi publik.

Sebagai Ketua PWI Nunukan, Taslee mendorong agar semua instansi pemerintah di daerah, terutama yang menangani isu strategis seperti pelayaran, transportasi, dan keselamatan publik, membangun budaya komunikasi terbuka dengan media.

“Tutup diri dari wartawan sama dengan menjauh dari rakyat. Sudah saatnya lembaga pemerintah melek media dan sadar bahwa transparansi adalah bagian dari pelayanan publik,” ungkap Taslee.  (pwinnk)

Tinggalkan Balasan