MALINAU, Kaltaraaktual.com– Festival Budaya IRAU ke-11 yang digelar dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-26 Kabupaten Malinau menjadi lebih dari sekadar pesta rakyat. Di balik gegap gempita budaya, festival tahunan ini menjelma menjadi penggerak utama ekonomi daerah.
Pemerintah Kabupaten Malinau menggelar Irau sejak 7 Oktober 2025 dan menutup rangkaian acaranya pada 26 Oktober, bersamaan dengan puncak perayaan HUT Kabupaten Malinau. Selama hampir tiga pekan penyelenggaraan, denyut ekonomi masyarakat meningkat tajam.
Berdasarkan hasil survei gabungan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malinau dan Politeknik Malinau, perputaran ekonomi selama Irau 2025 mencapai Rp107,5 miliar. Angka itu melonjak hampir dua kali lipat atau 199,55 persen dibandingkan tahun 2023 yang hanya mencatat Rp44,83 miliar.
Kenaikan tajam ini menjadi indikator bahwa kegiatan budaya bukan hanya ruang ekspresi, tetapi juga mesin penggerak ekonomi masyarakat.
Dari pengamatan lapangan, ribuan pelaku UMKM lokal ikut ambil bagian dalam festival ini. Mereka menjajakan beragam produk mulai dari kuliner tradisional, tenun dan kerajinan tangan, hingga olahan khas daerah. Tak hanya pelaku usaha dari Malinau, pelaku ekonomi kreatif dari kabupaten sekitar juga memanfaatkan momentum ini untuk memperluas pasar dan memperkenalkan produknya.
“Festival Irau 2025 memperlihatkan bagaimana kegiatan budaya dapat menjadi penggerak utama ekonomi daerah. Ada lonjakan signifikan pada sektor konsumsi dan transaksi UMKM,” ujar Bupati Malinau, Wempi W. Mawa, dalam sambutannya pada rapat paripurna HUT Kabupaten Malinau, Minggu (26/10/25).

Menurut Wempi, peningkatan ekonomi ini juga dipengaruhi oleh durasi pelaksanaan festival yang lebih panjang, meningkatnya jumlah pengunjung, serta dukungan terhadap infrastruktur ekonomi kreatif yang semakin baik.
Selain faktor fisik, Wempi mencatat perubahan perilaku ekonomi masyarakat yang semakin adaptif terhadap teknologi.
“Banyak pelaku UMKM kini memanfaatkan platform digital dan media sosial untuk promosi dan penjualan produk selama festival berlangsung,” katanya. “Kami melihat tren baru di mana ekonomi kreatif tumbuh seiring peningkatan kesadaran digital masyarakat,” tambahnya
Lonjakan ekonomi tak hanya terjadi di sektor perdagangan dan jasa, tetapi juga pada sektor pendukung seperti transportasi, penginapan, kuliner, dan hiburan rakyat. Kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara menciptakan efek berantai pada peningkatan pendapatan masyarakat.
“Selama kegiatan berlangsung, banyak wisatawan datang ke Malinau. Ini menciptakan efek domino terhadap peningkatan pendapatan masyarakat,” ujar Wempi.
Wempi menilai hasil survei gabungan BPS dan Politeknik Malinau sebagai bukti bahwa Festival IRAU bukan hanya perayaan identitas budaya, tetapi juga ekosistem ekonomi kreatif yang produktif dan berkelanjutan.
“Peningkatan perputaran ekonomi hampir 200 persen menegaskan bahwa seni, budaya, dan ekonomi kini berjalan beriringan di Kabupaten Malinau,” imbuhnya.
Pemerintah daerah, kata dia, akan terus memperkuat sinergi antara pelaku UMKM, komunitas kreatif, dan lembaga pendidikan agar dampak positif dari Irau terus berlanjut setelah festival usai.
“Irau bukan sekadar festival budaya, tetapi ruang membangun ekonomi masyarakat. Pertumbuhan hampir dua kali lipat ini menjadi motivasi untuk terus berinovasi dan menjaga semangat gotong royong dalam membangun Malinau,” tutur Wempi.
Di akhir sambutannya, Wempi memberikan apresiasi kepada seluruh panitia pelaksana, khususnya Sekretaris Daerah Malinau, Ernes Silvanus, selaku Ketua Panitia Festival Budaya Irau ke-11.
“Semua capaian ini tidak lepas dari kerja keras panitia di bawah kepemimpinan Pak Ernes Silvanus dan seluruh jajarannya yang telah sukses menyelenggarakan pagelaran budaya terbesar di Malinau,” tukas Wempi. (**)










