Dugaan pengeroyokan oleh dua anggota DPRD Bulungan terhadap seorang petani menjadi titik nyala perlawanan baru
TANJUNG SELOR, Kaltaraaktual.com- Suara keras datang dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tanjung Selor menanggapi dugaan kasus pengeroyokan terhadap seorang ketua kelompok tani oleh dua anggota DPRD Bulungan di salah satu kafe di Tanjung Selor. HMI menilai peristiwa ini bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga potret buram krisis moral di tubuh lembaga legislatif daerah.
“Tindakan itu bukan sekadar kekerasan fisik, tapi juga kekerasan moral terhadap martabat rakyat yang mereka wakili,” tegas Zulfikar, Ketua HMI Cabang Tanjung Selor, Kamis (13/11/25).
Menurut Zulfikar, tindakan dugaan pengeroyokan yang melibatkan wakil rakyat mencoreng marwah DPRD Bulungan sebagai lembaga yang seharusnya menjadi teladan dalam perilaku dan penyelesaian masalah publik. “Wakil rakyat seharusnya menjadi pelindung masyarakat, bukan pelaku kekerasan. Jika benar dugaan ini, maka tindakan itu bukan saja memalukan, tapi menunjukkan krisis etik dan moralitas pejabat publik,” ujarnya.
HMI menilai, fenomena semacam ini menandakan adanya kemerosotan akhlak politik di kalangan pejabat daerah. Dewan yang semestinya menjadi ruang aspirasi rakyat, justru menjelma arena arogansi dan kepentingan pribadi. “Ketika kekuasaan kehilangan etika, maka kekuasaan itu berubah menjadi tirani kecil dan dari Tanjung Selor, HMI menegakkan bendera moral, melawan tirani kecil yang lahir dari kursi kekuasaan, ” kata Zulfikar.
Organisasi mahasiswa Islam tertua ini mendesak aparat penegak hukum untuk menindak kasus tersebut secara transparan, tanpa kompromi dengan status jabatan siapapun yang terlibat. “Kekuasaan tidak boleh menjadi tameng bagi perilaku kekerasan. Polisi harus berani menunjukkan integritas dengan menegakkan keadilan tanpa pandang bulu,” ujarnya.
HMI juga meminta Dewan Kehormatan DPRD Bulungan segera bertindak cepat. “Jika lembaga DPRD membiarkan tindakan semacam ini, maka kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat akan runtuh sepenuhnya,” lanjut Zulfikar.
Sebagai penutup, Zulfikar menegaskan pesan moral yang menampar nurani publik:
“Rakyat tidak butuh wakil yang berotot, tapi berakal sehat. Tidak butuh yang pandai berkelahi, tapi yang pandai memperjuangkan.”
Kasus ini menjadi alarm keras bagi pejabat publik di Bulungan agar kembali menegakkan nilai-nilai moral, hukum, dan tanggung jawab sosial. Karena kekuasaan tanpa moral, kata Zulfikar, hanya akan melahirkan demokrasi yang pincang dan kehilangan arah. (**)











