TANJUNG SELOR, Kaltaraaktual.com- Insiden dugaan penghalangan tugas jurnalistik terhadap wartawan di Polda Kalimantan Utara (Kaltara) telah menimbulkan kontroversi dan menjadi sorotan publik. Peristiwa ini terjadi di sambut serah terima jabatan (sertijab) Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) di Gedung Rupatama Kayan, Tanjung Selor, pada Rabu, 28 Mei 2025.
Sebelumnya, dua wartawan yakni Made Wahyu Rahadia dan Didi Febrian mereka mendapatkan teguran secara tidak etis oleh oknum Polda Kaltara berpangkat perwira melati tiga, insiden tersebut terjadi setelah acara berlangsung. Mereka merasa dilaporkan karena dianggap meliput tanpa izin pimpinan, meskipun keduanya telah mengikuti prosedur peliputan yang seharusnya.
Kepala Ombudsman RI (ORI) perwakilan Kaltara, Maria Ulfah menyebutkan regulasi yang mengatur tugas jurnalistik sudah sangat jelas, untuk itu perlu duduk bersama menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada.
“Agar lebih clear ke depannya, tidak terulang lagi mungkin bisa meminta duduk bersama dengan humas Polda kaltara dan unsur pimpinan yang mengkoordinir membidangi humas,” katanya, Minggu, (01/06/25).
Maria berpendapat, jurnalis merupakan representasi masyarakat dalam menggali informasi layanan umum yang sifatnya bukan rahasia negara.
“Karena jurnalis di satu sisi merupakan representasi masyarakat dalam hal mendapatkan layanan informasi yang terbuka. Dalam hal ini Masyarakat perlu mendapatkan informasi Pejabat lama dan baru, dan itu tidak termasuk daftar informasi yang dikecualikan,” imbuhnya.
Peningkatan koordinasi dan komunikasi antara pihak kepolisian dan wartawan juga perlu ditingkatkan untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan. Kerjasama yang baik antara kedua belah pihak sangat penting dalam memastikan pelaksanaan tugas jurnalistik yang berkualitas dan menghormati hak-hak semua pihak yang terlibat.
Proses klarifikasi terhadap oknum polisi yang terlibat menjadi langkah penting untuk memahami secara detail kronologi insiden dan mencari solusi yang tepat untuk kasus ini.
“Pihak kepolisian perlu bersikap transparan dan profesional dalam menangani insiden ini guna menjaga integritas dan hubungan baik antara institusi kepolisian dengan media massa,” ujarnya.
Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kaltara menilai bahwa insiden yang terjadi dipicu oleh miskomunikasi dan kurangnya koordinasi dari Kabid Humas Polda Kaltara.
Ketua SMSI Kaltara, Victor Ratu menyatakan kedua wartawan tersebut telah menjalankan tugas peliputan seperti biasa tanpa mengganggu jalannya acara. Victor menegaskan bahwa dua wartawan tersebut adalah anggota SMSI yang selama ini telah meliput di lingkungan Polda Kaltara tanpa masalah. Dia juga menyoroti kurangnya komunikasi dari bidang Humas Polda Kaltara yang dianggap tertutup dalam memberikan akses informasi kepada wartawan.
“Humas Polda Kaltara hanya memberi informasi kegiatan tertentu, kalau ada kegiatan lainnya terkesan tertutup,” sebutnya.
Kapolda Kaltara, Irjen Pol Hary Sudwijanto, merespons insiden tersebut dengan memberikan permohonan maaf secara spontan kepada satu wartawan saat bertemu di Bandara Tanjung Harapan. Kapolda mengakui kejadian tersebut dan menyatakan permintaan maaf atas insiden yang terjadi pada dua wartawan tersebut.
Sementara itu, Wakapolda Kaltara, Brigjen Pol Soeseno Noerhandoko, menambahkan bahwa pihak kepolisian berkomitmen untuk menindaklanjuti insiden ini dengan memanggil oknum yang terlibat untuk klarifikasi lebih lanjut. (pbk/*red)