NUNUKAN, Kaltaraaktual.com- Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Nunukan melancarkan kritik keras terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupeten Nunukan usai menggelar acara “Bawaslu Mendengar” beberapa waktu yang lalu, karena justru dikemas dalam format stand up comedy pada perayaan ulang tahun lembaga itu.
Bagi HMI, cara itu bukan sekadar salah kaprah, tapi juga merendahkan marwah lembaga pengawas pemilu. Alih-alih membuka ruang aspirasi publik, Bawaslu dianggap lebih sibuk mencari gelak tawa.
“Bagaimana masyarakat bisa percaya kepada Bawaslu jika forum mendengar suara rakyat justru berubah jadi panggung lawakan? Ini bentuk pelecehan terhadap keseriusan demokrasi,” kata Baso, Ketua Umum HMI Cabang Nunukan, Senin malam, (25/08/25).
HMI menegaskan, pemilu bukan panggung hiburan. Demokrasi bukan bahan roasting. Menurut mereka, ketika lembaga pengawas pemilu lebih mengejar tepuk tangan ketimbang menyelesaikan masalah mendasar, itu tanda kegagalan memahami mandat konstitusi.
Organisasi mahasiswa itu juga menyoroti kecenderungan Bawaslu yang kerap berlindung di balik aturan prosedural. Semua seolah-olah dijalankan sesuai mekanisme, padahal inti pengawasan sering luput: politik uang, intimidasi, hingga manipulasi data.
“Kalau hanya sibuk dengan legal formal tapi gagal menyentuh substansi, demokrasi akan berhenti di atas kertas,” ujar Baso.
HMI kemudian mendesak Bawaslu Nunukan untuk mengembalikan marwah kelembagaan. Caranya, dengan membuka forum pertanggungjawaban publik yang serius, menempatkan rakyat sebagai subjek utama, dan mengawal aturan secara substansial, bukan sekadar prosedural.
Peringatan HMI jelas: bila Bawaslu terus menjauh dari ruh demokrasi, rakyat akan kehilangan kepercayaan. Dan pengawasan pemilu hanya akan menjadi sandiwara politik. (bsa/*)