OPINI, Kaltaraaktual.com– Hampir seluruh negara di dunia dibuat kalang kabut untuk menghadapi pandemi covid-19 tak terkecuali Indonesia.Indonesia hampir menjadi episentrum pandemi, menggeser Cina, Amerika dan bahkan India.
Pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan global secara dramatis. Pandemi covid-19 tak hanya menjadi masalah kesehatan, penyebaran virus ini juga menghentikan roda perekonomian global.
Berbagai upaya,kebijakan dan aturan dibuat oleh pemerintah untuk berusaha mengembalikan ekonomi menjadi normal kembali, terutama membuat berbagai kebijakan untuk memitigasi dampak covid-19 dan pelambatan ekonomi dengan membuat Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
Beragam taktik maupun cara telah digunakan untuk mencoba membangkitkan perekonomian sekalian konsisten mempertahankan tingkat kesehatan publik.
Kebijakan-kebijakan yang diwujudkan oleh pemerintah perlu dianalisis lagi dengan melihat kondisi perekonomian dikala ini, estimasi inovasi dan pendistribusian vaksin, serta rentang waktu manfaat dari kebijakan itu sendiri.
Kondisi perekonomian Indonesia dikala ini sedang tak sehat. Pertumbuhan ekonomi menurut perhitungan Year on Year pada triwulan I 2020 sebesar 2,97 %.
Hal ini tak lepas dari dampak negatif COVID-19 yang menyebabkan banyak pembatasan di pergerakan orang dan pergerakan barang sehingga ikut menghambat produksi, dan distribusi dunia usaha.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2021 mengalami pertumbuhan yang sangat luar biasa sebesar 7,07 %, pada triwulan ke III 2021 pertumbuhan ekonomi sebesar 3,51% ini penampilkan kemunduran
yang paling terburuk semenjak tahun 1999 sedangkan upaya menghitung kondisi ekonomi Indonesia saat ini tidak luput dari tiga komponen penting, yakni konsumsi rumah tangga, sektor bisnis untuk investasi, serta sektor luar negeri untuk ekspor-impor.
PERIHAL HUTANG
Setiap tahun grafik hutang pemerintah menunjukan kenaikan, dari tahun 2019 ke 2021 naik sekitar 14,5%. Rasio utang pemerintah Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) saat ini yakni sudah menembus 41,18 persen. kerentetan utang Indonesia pada 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan Dana Internasional Moneter (IMF) dan/atau International Debt Relief (IDR). Dari hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) 2020 menunjukkan rasio debt service terhadap penerimaan telah mencapai 46,77 persen melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen nyaris melampui yang di syaratkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, batas aman rasio utang di level 60 persen terhadap PDB.
Kembali lagi mengenai hutang pasti yang di bebankan lagi adalah rakyat Indonesia melalui APBN. Jangan sampai Indonesia masuk dalam perangkat dan jebakan utang, karena ada beberapa pengalaman negara lain tidak dapat membayar kembali utang yang mereka tanggung, dan ini bisa mengancam kedaulatan bangsa dan negara kita.
Selain menyoroti persoalan pertumbuhan ekonomi nasional (PEN) dan Hutang negara di ambang batas juga bagian dari mengevaluasi total persoalan Indonesia dua tahun terakhir, memberikan masukan terhadap pemerintah dan juga menghadirkan narasumber-narasumber professional diantaranya Bapak Airlangga Hartato (Menteri Kordinator Bidang Perekonomian RI), Bapak Subhan Noor ( Perwakilan Menteri Keuangan), Bapak Awaludin Iqbal (Sekertarsi Perusahaan Bulog), Bapak Tauhid Ahmad (Direktur Eksekutif INDEF), Bapak Taufan EN Rotorasiko (Perwakilan KADIN), Bapak M. Arief Rosyid (Perwakilan HIPMI RI), Ibu Mega Oktaviani (Akademisi).
Bakornas LEMI PB HMI akan terus mengawal kebijakan pemerintah terutama di bidang ekonomi memberikan masukan, bersinergi, kolaborasi dan kritikan terhadap pemerintah, kritikan adalah nutrisi (vitamin) bagi pemerintah agar memperbaikin kinerja, sistem terutama memberikan legasi yang baik untuk generasi, bangsa dan negara. (*)