Dugaan Pembabatan Hutan hingga Jadi Tambang Galian C di Liang Bunyu Sebatik Barat, Singgung Peran Pengusaha dan Oknum DPRD

oleh
oleh

NUNUKAN,  Kaltaraaktual.com- Dugaan pembabatan hutan di wilayah Liang Bunyu, Kabupaten Nunukan yang dijadikan tambang galian C, kian menyisakan pertanyaan serius. Di balik aktivitas yang merusak bentang alam tersebut, muncul dugaan keterlibatan aktor-aktor berpengaruh, mulai dari pengusaha lokal hingga oknum anggota DPRD Nunukan.

Seorang warga Liang Bunyu yang enggan disebutkan namanya mengatakan, aktivitas pembukaan hutan itu tidak mungkin berjalan tanpa “perlindungan” dari pihak-pihak tertentu. Ia juga membenarkan lahan yang dijadikan tambang galian C diduga merupakan milik warga setempat tapi menurut dia, ada dugaan lainnya bahwa seorang pengusaha lokal sebagai pemilik tambang galian C dengan dukungan oknum politisi daerah.

“Kalau tidak ada yang membackup, tidak mungkin alat berat bisa masuk dan bekerja lama. Dugaan kami ada pengusaha lokal dan oknum anggota DPRD Nunukan yang ikut membekingi,” ujar warga tersebut, Selasa, (23/12/25).

Warga itu juga menyebut, nama-nama yang diduga terlibat bukanlah aktor baru. Beberapa di antaranya, kata dia, sebelumnya juga disinyalir berperan dalam pembabatan hutan mangrove di wilayah Sebatik Barat. Namun hingga kini, kasus tersebut tak pernah berujung pada penegakan hukum yang jelas.

“Mangrove di Sebatik Barat dulu juga rusak, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan. Polanya hampir sama,” katanya.

Dugaan tersebut memperkuat kekhawatiran Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Nunukan. Ketua Umum HMI Cabang Nunukan, Andi Baso, menilai pembabatan hutan di Liang Bunyu bukan sekadar pelanggaran kelestarian lingkungan, melainkan indikasi kejahatan terstruktur yang melibatkan kepentingan ekonomi dan kekuasaan.

“Hutan bukan ruang bebas eksploitasi. Ia adalah penyangga kehidupan dengan fungsi ekologis, sosial, dan kultural. Jika ada aktor-aktor kuat yang membekingi perusakan ini, maka itu adalah pengkhianatan terhadap keadilan lingkungan,” kata Andi Baso, Selasa, (23/12/25).

Menurut Baso, praktik pembiaran terhadap perusakan hutan jelas bertentangan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menegaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam harus ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir elit.

HMI menilai, kerusakan hutan di Liang Bunyu berpotensi memicu bencana ekologis serius, seperti banjir dan longsor, sekaligus menghilangkan ruang hidup masyarakat. Oleh karena itu, HMI mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan pembabatan hutan tersebut secara transparan dan tanpa pandang bulu, termasuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pengusaha dan oknum pejabat politik.

Sorotan tajam juga diarahkan kepada pemerintah daerah dan DPRD Nunukan. HMI menilai sikap diam atau pasif hanya akan memperkuat dugaan adanya konflik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayah perbatasan.

Sebagai organisasi mahasiswa, HMI Cabang Nunukan menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan hukum. Mereka menyatakan siap melakukan advokasi lanjutan jika penanganan kasus kembali mandek seperti dugaan perusakan mangrove di Sebatik Barat.

“Menjaga hutan berarti menjaga masa depan. Ketika lingkungan dirusak dan hukum tidak hadir, yang dikorbankan adalah generasi mendatang bahkan bencana yang menanti didepan mata ketika segelintir manusia tamak akan keuntungan materi,” ujar Baso.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari aparat penegak hukum maupun DPRD Nunukan terkait dugaan keterlibatan pengusaha lokal dan oknum anggota dewan dalam pembabatan hutan di Liang Bunyu. (**)