PLTA Mentarang, Membangun Kepercayaan Publik Perlu Standar Kehati-hatian

MALINAU, Kaltaraaktual.com- Pemerintah Kabupaten Malinau bersama PT Kayan Hydropower Nusantara (KHN) mulai menapaki fase krusial pembangunan Bendungan PLTA Mentarang Induk 1.375 MW. Rapat koordinasi penyusunan Studi Rencana Tanggap Darurat (RTD) yang digelar di ruang rapat Sekda, Rabu (03/12/25), Sekretaris Daerah Malinau, Ernes Silvanus, menegaskan arah sekaligus standar kehati-hatian yang harus dipegang semua pihak.

Rapat tersebut merupakan tindak lanjut amanat Permen PUPR Nomor 27/PRT/M/2015, yang mewajibkan pengelola bendungan memiliki dokumen rencana tanggap darurat sebagai instrumen pengamanan masyarakat dan lingkungan. PT KHN menunjuk PT Aditya Engineering Consultant sebagai konsultan pelaksana penyusunan studi.

Namun bagi Sekda Ernes, penyusunan dokumen bukan sekadar pemenuhan regulasi. Ia menekankan bahwa seluruh proses harus berangkat dari kondisi sosial dan ekologis yang nyata di lapangan bukan hanya dari hitungan teknis.

Dalam rapat yang berlangsung tanpa basa-basi itu, Ernes mengurai sejumlah aspek yang harus diperhitungkan secara serius. Mulai dari kondisi sumber air masyarakat, vegetasi yang akan tergenang, hingga potensi timbulnya aroma dari pembusukan material organik ketika permukaan air mulai naik.

“Hal-hal seperti ini jangan sampai dianggap kecil. Dampaknya panjang, dan masyarakat yang pertama merasakannya,” ujarnya.

Menurut Ernes, data yang meleset sedikit saja dapat menimbulkan masalah baru pada tahap penggenangan maupun saat operasi bendungan. Karena itu ia meminta konsultan dan perusahaan bekerja dengan standar akurasi yang tinggi.

Nada tegas Ernes makin terasa saat menyinggung soal komunikasi lintas pihak. Ia mengingatkan bahwa setiap mobilisasi alat, survei lapangan, hingga aktivitas pendukung proyek harus dikomunikasikan dengan pemerintah kecamatan dan perangkat daerah terkait.

Beberapa kejadian sebelumnya, kata Ernes, menunjukkan bahwa minimnya komunikasi sering melahirkan salah paham yang tidak perlu.

“Kalau komunikasi tidak dibangun, nanti pemerintah seolah-olah hanya mau mencari salah. Padahal pada akhirnya pemerintah juga yang harus menjelaskan kepada masyarakat. Ini harus diperbaiki,” katanya.

Sekda Malinau tersebut, meminta agar dokumen RTD yang disusun tidak berhenti sebagai laporan teknis perusahaan. Dokumen tersebut wajib disampaikan kepada Pemkab Malinau sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pembangunan yang bersinggungan dengan proyek strategis ini.

Sosok yang sederhana dan bersahaja ini menekankan perlunya pembacaan yang jernih terhadap karakter masyarakat lokal yang berbeda-beda di tiap wilayah, baik dari sisi budaya, pola interaksi, maupun respons terhadap perubahan lingkungan.

Sebelum rapat ditutup, Ernes menegaskan bahwa penyusunan RTD adalah proses kolaboratif. Ia membuka ruang seluas-luasnya bagi konsultan maupun perusahaan untuk meminta masukan pemerintah daerah, terutama menyangkut aspek sosial dan spasial.

“Yang kita bangun bukan hanya bendungan, tetapi juga rasa aman masyarakat. Semua pihak harus memberikan kontribusi yang positif,” ujarnya.

Dengan sikap kritis namun konstruktif, Ernes Silvanus kembali memperlihatkan gaya kepemimpinan khasnya tegas pada substansi, cermat pada detail, dan konsisten menempatkan masyarakat sebagai pusat pertimbangan. Rapat tersebut menandai bahwa proyek PLTA Mentarang Induk tidak hanya dibangun dengan beton dan turbin, tetapi juga dengan tata kelola yang lebih akuntabel dan berpihak pada warga di hilir maupun hulu. (**)

Tinggalkan Balasan