TARAKAN, Kaltaraaktual.com- Polemik soal pembatasan waktu rawat inap pasien BPJS Kesehatan di Kota Tarakan kembali memantik perhatian publik. Banyak warga mengaku hanya dapat dirawat maksimal tiga hari meski belum pulih sepenuhnya. Situasi ini membuat Gabungan Komisi DPRD Kalimantan Utara (Kaltara) turun tangan dengan mendatangi Kantor BPJS Kesehatan Cabang Tarakan, belum lama ini, (11/25).
Anggota Komisi IV DPRD Kaltara, Ruman Tumbo, mengungkapkan bahwa keluhan tersebut tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena menyangkut hak fundamental masyarakat atas layanan kesehatan. Ia menduga persoalan timbul akibat tumpang tindih informasi dan lemahnya sosialisasi.
“Masalah ini muncul karena masyarakat menangkap adanya batas tiga hari rawat inap. Setelah kami konfirmasi, BPJS menegaskan bahwa tidak ada pembatasan selama secara medis pasien masih membutuhkan perawatan,” ujar Ruman.
Menurut Ruman, jawaban itu justru menegaskan adanya ruang abu-abu antara kebijakan tertulis dengan praktik di fasilitas kesehatan. “Masyarakat harus mendapat kepastian. Kalau aturan menyebut boleh lebih dari tiga hari, jangan ada tafsir sepihak di lapangan,” katanya.
Untuk meredam kesimpangsiuran, gabungan komisi DPRD Kaltara mendorong rapat koordinasi antarlembaga. Ruman menyebut Ombudsman telah diminta untuk terlibat memberikan pandangan hukum serta menelaah potensi maladministrasi yang mungkin terjadi.
“Kami DPRD Kaltara akan mengundang Ombudsman agar ada pembanding dan masukan objektif. Dengan begitu, semua pihak dapat memahami regulasi secara utuh dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” jelasnya.
Ruman menegaskan, negara melalui BPJS wajib menjamin layanan kesehatan tanpa diskriminasi. Ia menilai pendekatan administratif yang kaku hanya akan membuat pasien rentan terabaikan.
“Orientasi pelayanan kesehatan harus pada kebutuhan medis, bukan durasi administratif. Jangan sampai pasien dipaksa pulang karena salah tafsir aturan,” ucapnya.
Menurutnya, langkah harmonisasi kebijakan menjadi mendesak, terutama mengingat banyak fasilitas kesehatan di daerah yang masih minim pemahaman teknis soal prosedur penjaminan BPJS. “Ketidakjelasan informasi di hilir bisa saja berujung penolakan pasien. Itu tidak boleh terjadi,” kata Ruman.
DPRD Kaltara berencana menindaklanjuti hasil pertemuan dengan agenda pemantauan ke fasilitas kesehatan. “Kami ingin memastikan kesimpulan ini benar-benar diterapkan. Jangan sekadar wacana,” tutupnya. (**)











