TARAKAN, Kaltaraaktual.com– Kejanggalan demi kejanggalan mewarnai kasus hukum yang menjerat Haji Maksum, seorang tokoh masyarakat di Kota Tarakan. Di tengah status tersangka yang ia sandang, keluarga justru mengalami rangkaian intimidasi misterius oleh Orang Tak Dikenal (OTK) karena adanya kasus dugaan pemalsuan surat tanah yang menjerat H. Maksum (65) terus menjadi sorotan. Warga Jalan Bhayangkara RT 64, Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Tarakan Barat itu kini berstatus tersangka atas dugaan penyerobotan lahan.
Rudiyah Alawiyah, anak keempat Haji Maksum mengisahkan momen mengejutkan yang terjadi di rumah mereka. “Kemarin sempat diamankan sama pemadam, biawak besar, kayak buaya besarnya, masuk ke dalam rumah ada juga bangkai hewan Kucing mati dalam profil tandon air. Padahal rumah kami jauh dari rawa-rawa, tidak ada habitat hewan seperti itu,” ujarnya, Senin (18/8/2025).
Tak hanya itu, teror juga menyasar kendaraan keluarga. Menurut Rudiyah, ban mobil milik pengacara ayahnya ditemukan robek akibat tusukan benda tajam. “Itu jelas bukan kecelakaan biasa. Pihak pemadam yang menangani biawak pun bingung, tidak ada jejak masuk dari pintu atau jendela,” tambahnya.
Kriminalisasi Sengketa Tanah Dm
Kasus ini bermula dari sengketa tanah yang menyeret nama Haji Maksum. Alih-alih menjadi pihak yang dilindungi hukum, ia justru ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan dokumen pada 30 April 2025.
“Kami merasa ada kriminalisasi terjadi. Tidak ada izin pengadilan, bukti lemah, prosedur diabaikan. Bahkan tidak ada saksi dari pihak pelapor yang tidak pernah kami ketahui orangnya secara langsung,” tutur Rudiyah.
Sidang perdana digelar di Tarakan pada 9 Juli 2025. Meski tetap tabah, Haji Maksum menghadapi tuduhan yang dinilai keluarga tak berdasar. Upaya hukum melalui praperadilan yang diajukan pada 15 Juli 2025 pun kandas setelah hakim menolak permohonan tersebut pada 22 Juli 2025.
Dugaan Intimidasi dan Rasa Takut
Bagi keluarga, rangkaian peristiwa ganjil itu bukan sekadar kebetulan. Rudiyah menyebut ada rasa intimidasi yang nyata, meski enggan menuduh pihak tertentu. “Kalau feeling manusia biasa pasti ada kaitannya dengan sengketa tanah. Tapi kami tidak bisa menyebutkan bahwa itu mereka,” katanya.
Ia menegaskan, sebelumnya keluarga Haji Maksum dikenal sebagai keluarga terpandang dan tidak memiliki musuh. Karena itu, berbagai teror yang terjadi dianggap upaya untuk menekan psikologis keluarga.
“Kami merasa ada dikriminalisasi, sekaligus ada intimidasi,” ujar Rudiyah lirih.
Lapor Kepolisian, Harap Presiden Turun Tangan
Keluarga korban mengaku telah melapor ke aparat kepolisian, namun hasilnya masih nihil. Kini, mereka meminta keadilan hingga ke Presiden, berharap negara turun tangan.
Meski dikurung, Haji Maksum tetap menjadi panutan bagi keluarganya. Mereka berharap Haji Maksum bisa kembali ke mimbar masjid, memimpin jemaah seperti dulu.
“Ayah tidak pernah mengeluh, meski makanan di penjara tidak layak. Dia cuma bilang, ‘Sabar, Allah tahu kebenaran,’” tutur Rudiyah. (**)